Sabtu, 13 Oktober 2018

MAKALAH PEMBANDING KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI, POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL INDONESIA PASCA PERANG DUNIA


logo unej.jpeg
                                             


Makalah pembanding
KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI, POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL INDONESIA PASCA PERANG DUNIA
 (di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia III)

DOSEN PENGAMPU
Dr. Nurul Umamah, M.Pd.



Oleh
M. Hafid Afandi
NIM 140210302012





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik serta hidayahNya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kehidupan Sosial dan Ekonomi, Politik dan Hubungan Internasional Indonesia Pasca Perang Dunia ini dengan lancar. Tak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang yaitu agama Islam.
Tujuan pembuatan makalah ini atas dasar :
·         Tugas yang diberikan oleh ibu Dr. Nurul Umamah, M.Pd.selaku dosen Pengampu mata kuliah Sejarah Indonesia III;
·         Menambah wawasan kami sebagai mahasiswa UNEJ yang bertujuan menjadi tenaga pendidik.
Dalam penyusunan makalah ini kami tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, antara lain:
·         Ibu Dr. Nurul Umamah, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Indonesia III kami yang telah memberi kesempatan untuk menambah wawasan dan pengetahuan kami;
·         Orang tua kami yang memberikan kami semangat dan motivasi untuk terus berkembang;
·         Teman-teman kami yang telah memberikan banyak kritik dan saran yang sangat membantu  proses penyempurnaan makalah ini.
Kami mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini. Kiranya makalah ini masih memiliki kekurangan kami mohon maaf. Semoga makalah ini dapat memperluas wawasan kita semua dan dapat membantu dalam proses belajar mengajar, Amin.

Penyusun



BAB 1. PENDAHULUAN


1.1.Latar Belakang

Perang Dunia merupakan perang global, yaitu perang yang aktor dalam kejadian tersebut adalah tidak hanya dalam lingkup suatu daerah atau tempat saja, melainkan antara negara-negara yang ada diseluruh dunia meskipun tidak semuanya menjadi pelaku perang. Tetapi sebagian besar negara-negara di dunia telah bergejolak karena melakukan perang ini.
Dalam sejarahnya, perang dunia berlangsung selama dua kali yaitu Perang Dunia 1 pada tahun 1914 sampai 1918 dan Perang Dunia 2 yang terjadi pada tahun 1939-1935. Perang yang terjadi dalam kurun beberapa tahun dan dalam beberapa perode ini telah membawa suatu pengaruh yang besar bagi kehidupan masyarakat dunia. Tentu saja dalam hal yang mendasar dalam hidup manusia yang utama, Perang Dunia juga membawa suatu pengaruh yang besar bagi kehidupan dunia yaitu yang bersangkutan dengan negara-negara yang ada di dunia baik yang ikut dalam perang dunia maupun yang tidak.
Di Indonesia sendiri, meletusnya Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2 juga berpengaruh terhadap Indonesia tentunya terhadap keadaan dan kehidupan sosialdan ekonomi, politik dan hubungan internasional. Tentunya keadaan sebelum maupun keadaan sesudah Perang Dunia sangatlah berbeda di Indonesia, banyak pengaruh yang diberikan oleh Perang Dunia terhadap Indonesia. Namun, kali ini akan membahas pada pasca perang dunia.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah yang hendak dicapai adalah:
1.      Bagaimana terjadinya perang dunia I dan perang dunia II?
2.      Bagaimana kehidupan sosial dan ekonomi Indonesia pasca perang dunia I dan perang dunia II?
3.      Bagaimana kehidupan politik dan hubungan internasional Indonesia pasca perang dunia I dan perang dunia II?

1.3.Manfaat

Berdasarkan rumusan masalah diatas manfaat yang hendak dicapai adalah:
1.      Untuk mengetahui terjadinya perang dunia I dan perang dunia II;
2.      Untuk mengetahui kehidupan sosial dan ekonomi Indonesia pasca perang dunia;
3.      Untuk mengetahui kehidupan politik dan hubungan internasional Indonesia pasca perang dunia.






















BAB 2. PEMBAHASAN


2.1. Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2

2.1.1 Perang Dunia 1

Perang Dunia I (PDI) adalah sebuah perang global terpusat di Eropa yang dimulai pada tanggal 28 Juli 1914 sampai 11 November 1918. Perang ini sering disebut Perang Dunia atau Perang Besar sejak terjadi sampai dimulainya Perang Dunia II pada tahun 1939, dan Perang Dunia Pertama atau Perang Dunia I setelah itu. Perang ini melibatkan semua kekuatan besar dunia, yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan, yaitu Sekutu (berdasarkan Entente Tiga yang terdiri dari Britania Raya, Perancis, dan Rusia) dan Kekuatan Sentral (terpusat pada Aliansi Tiga yang terdiri dari Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia; namun saat Austria-Hongaria melakukan serangan sementara persekutuan ini bersifat defensif, Italia tidak ikut berperang). Kedua aliansi ini melakukan reorganisasi (Italia berada di pihak Sekutu) dan memperluas diri saat banyak negara ikut serta dalam perang. Lebih dari 70 juta tentara militer, termasuk 60 juta orang Eropa, dimobilisasi dalam salah satu perang terbesar dalam sejarah. Lebih dari 9 juta prajurit gugur, terutama akibat kemajuan teknologi yang meningkatkan tingkat mematikannya suatu senjata tanpa mempertimbangkan perbaikan perlindungan atau mobilitas. Perang Dunia I adalah konflik paling mematikan keenam dalam sejarah dunia, sehingga membuka jalan untuk berbagai perubahan politik seperti revolusi di beberapa negara yang terlibat.
Penyebab jangka panjang perang ini mencakup kebijakan luar negeri imperialis kekuatan besar Eropa, termasuk Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Kesultanan Utsmaniyah, Kekaisaran Rusia, Imperium Britania, Republik Perancis, dan Italia. Pembunuhan tanggal 28 Juni 1914 terhadap Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria, pewaris tahta Austria-Hongaria, oleh seorang nasionalis Yugoslavia di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina adalah pencetus perang ini. Pembunuhan tersebut berujung pada ultimatum Habsburg terhadap Kerajaan Serbia.[10][11] Sejumlah aliansi yang dibentuk selama beberapa dasawarsa sebelumnya terguncang, sehingga dalam hitungan minggu semua kekuatan besar terlibat dalam perang; melalui koloni mereka, konflik ini segera menyebar ke seluruh dunia.
Pada tanggal 28 Juli, konflik ini dibuka dengan invasi ke Serbia oleh Austria-Hongaria, diikuti invasi Jerman ke Belgia, Luksemburg, dan Perancis; dan serangan Rusia ke Jerman. Setelah pawai Jerman di Paris tersendat, Front Barat melakukan pertempuran atrisi statis dengan jalur parit yang mengubah sedikit suasana sampai tahun 1917. Di Timur, angkatan darat Rusia berhasil mengalahkan pasukan Kesultanan Utsmaniyah, namun dipaksa mundur dari Prusia Timur dan Polandia oleh angkatan darat Jerman. Front lainnya dibuka setelah Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam perang tahun 1914, Italia dan Bulgaria tahun 1915, dan Rumania tahun 1916. Kekaisaran Rusia runtuh bulan Maret 1917, dan Rusia menarik diri dari perang setelah Revolusi Oktober pada akhir tahun itu. Setelah serangan Jerman di sepanjang front barat tahun 1918, Sekutu memaksa pasukan Jerman mundur dalam serangkaian serangan yang sukses dan pasukan Amerika Serikat mulai memasuki parit. Jerman, yang bermasalah dengan revolusi pada saat itu, setuju melakukan gencatan senjata pada tanggal 11 November 1918 yang kelak dikenal sebagai Hari Gencatan Senjata. Perang ini berakhir dengan kemenangan di pihak Sekutu.
Peristiwa di front Britania sama rusuhnya seperti front depan, karena para pihak terlibat berusaha memobilisasi tenaga manusia dan sumber daya ekonomi mereka untuk melakukan perang total. Pada akhir perang, empat kekuatan imperial besar Kekaisaran Jerman, Rusia, Austria-Hongaria, dan Utsmaniyah bubar. Negara pengganti dua kekaisaran yang disebutkan pertama tadi kehilangan banyak sekali wilayah, sementara dua terakhir bubar sepenuhnya. Eropa Tengah terpecah menjadi beberapa negara kecil. Liga Bangsa-Bangsa dibentuk dengan harapan mencegah konflik seperti ini selanjutnya. Nasionalisme Eropa yang muncul akibat perang dan pembubaran kekaisaran, dampak kekalahan Jerman dan masalah dengan Traktat Versailles diyakini menjadi faktor penyebab pecahnya Perang Dunia II.

2.1.2 Perang Dunia 2

Perang Dunia II, atau Perang Dunia Kedua (biasa disingkat menjadi PDII atau PD2), adalah sebuah perang global yang berlangsung mulai tahun 1939 sampai 1945. Perang ini melibatkan banyak sekali negara di dunia —termasuk semua kekuatan besar—yang pada akhirnya membentuk dua aliansi militer yang saling bertentangan: Sekutu dan Poros. Perang ini merupakan perang terluas dalam sejarah yang melibatkan lebih dari 100 juta orang di berbagai pasukan militer. Dalam keadaan "perang total", negara-negara besar memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya untuk keperluan perang, sehingga menghapus perbedaan antara sumber daya sipil dan militer. Ditandai oleh sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian massal warga sipil, termasuk Holocaust dan pemakaian senjata nuklir dalam peperangan, perang ini memakan korban jiwa sebanyak 50 juta sampai 70 juta jiwa. Jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia II konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia.
Kekaisaran Jepang berusaha mendominasi Asia Timur dan sudah memulai perang dengan Republik Tiongkok pada tahun 1937,[2] tetapi perang dunia secara umum pecah pada tanggal 1 September 1939 dengan invasi ke Polandia oleh Jerman yang diikuti serangkaian pernyataan perang terhadap Jerman oleh Perancis dan Britania. Sejak akhir 1939 hingga awal 1941, dalam serangkaian kampanye dan perjanjian, Jerman membentuk aliansi Poros bersama Italia, menguasai atau menaklukkan sebagian besar benua Eropa. Setelah Pakta Molotov–Ribbentrop, Jerman dan Uni Soviet berpisah dan menganeksasi wilayah negara-negara tetangganya sendiri di Eropa, termasuk Polandia. Britania Raya, dengan imperium dan Persemakmurannya, menjadi satu-satunya kekuatan besar Sekutu yang terus berperang melawan blok Poros, dengan mengadakan pertempuran di Afrika Utara dan Pertempuran Atlantik. Bulan Juni 1941, Poros Eropa melancarkan invasi terhadap Uni Soviet yang menandakan terbukanya teater perang darat terbesar sepanjang sejarah, yang melibatkan sebagian besar pasukan militer Poros sampai akhir perang. Pada bulan Desember 1941, Jepang bergabung dengan blok Poros, menyerang Amerika Serikat dan teritori Eropa di Samudra Pasifik, dan dengan cepat menguasai sebagian besar Pasifik Barat.
Serbuan Poros berhenti tahun 1942, setelah Jepang kalah dalam berbagai pertempuran laut dan tentara Poros Eropa dikalahkan di Afrika Utara dan Stalingrad. Pada tahun 1943, melalui serangkaian kekalahan Jerman di Eropa Timur, invasi Sekutu ke Italia, dan kemenangan Amerika Serikat di Pasifik, Poros kehilangan inisiatif mereka dan mundur secara strategis di semua front. Tahun 1944, Sekutu Barat menyerbu Perancis, sementara Uni Soviet merebut kembali semua teritori yang pernah dicaplok dan menyerbu Jerman beserta sekutunya. Perang di Eropa berakhir dengan pendudukan Berlin oleh tentara Soviet dan Polandia dan penyerahan tanpa syarat Jerman pada tanggal 8 Mei 1945. Sepanjang 1944 dan 1945, Amerika Serikat mengalahkan Angkatan Laut Jepang dan menduduki beberapa pulau di Pasifik Barat, menjatuhkan bom atom di negara itu menjelang invasi ke Kepulauan Jepang. Uni Soviet kemudian mengikuti melalui negosiasi dengan menyatakan perang terhadap Jepang dan menyerbu Manchuria. Kekaisaran Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, sehingga mengakhiri perang di Asia dan memperkuat kemenangan total Sekutu atas Poros.
Perang Dunia II mengubah haluan politik dan struktur sosial dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan untuk memperkuat kerja sama internasional dan mencegah konflik-konflik yang akan datang. Para kekuatan besar yang merupakan pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Uni Soviet dan Amerika Serikat muncnul sebagai kekuatan super yang saling bersaing dan mendirikan panggung Perang Dunia yang kelak bertahan selama 46 tahun selanjutnya. Sementara itu, pengaruh kekuatan-kekuatan besar Eropa mulai melemah, dan dekolonisasi Asia dan Afrika dimulai. Kebanyakan negara yang industrinya terkena dampak buruk muali menjlaani pemulihan ekonomi. Integrasi politik, khususnya di Eropa, muncul sebagai upaya untuk menstabilkan hubungan pascaperang.

 


2.2. Keadaan Sosial dan Ekonomi Indonesia Pasca Perang Dunia

            2.2.1. Keadaan Sosial dan Ekonomi Indonesia Pasca Perang Dunia I

a)      Keadaan Sosial
Kegagalan Politik etis tampak jelas pada tahun-tahun akhir Perang Dunia 1 sewaktu di mana-mana timbul kelaparan dan kemiskinan. Perbedaan antara masyarakat Eropa dan masyarakat pribumi sangat mencolok. Perusahaan mengalami kemajuan pesat dan keuntungan berlipat ganda. Hal itu disebabkan oleh permintaan yang besar akan produksi Hindia Belanda di pasar Dunia. Untuk dapat menghadapi persaingan, pengusaha menuntut agar pemerintah tidak menghalang-halangi perusahaan mereka. Usaha untuk membantu rakyat hanya dijalankan oleh pengusaha di daerah-daerah di mana mereka mempunyai kebun, jadi semata-mata untuk memelihara kepentinganya. Tidak mengherankan apabila waktu itu kegelisahan sosial sangat meluas.
b)     Keadaan Ekonomi
Kemajuan dalam bidang ekonomi memang cukup dirasakan semua ini berlangsung dalam suatu lingkungan ekonomi yang sedang berubah dengan cepat, aksi-aksi penaklukan di daerah-daerah luar Jawa telah memperluas wilayah kekuasaan Belanda, dan daerah-daerah tersebut menjadi fokus yang lebih penting daripada Jawa dalam pembangunan ekonomi baru. Adanya kandungan-kandungan minyak bumi di daerah Langkat, Sumatera Utara, telah diketahui sejak tahun 1860-an. Daerah ini merupakan kawasan yang tidak tenang selama berkecamuknya Perang Aceh. Pada tahun 1883, A.J. Zijlker mendapat persetujuan pemerintahan untuk suatu konsesi dari Pangeran Langkat, dan dimulailah pengeboran-pengeboran percobaan. Setelah menghadapi banyak masalah di bidang personel, keuangan medan, iklim, dan kebakaran sumur pada tahun 1888, akhirnya minyak mulai mengalir dalam jumlah yang menjanjikan.
Pada mulanya, minyak bumi dimanfaatkan terutama untuk minyak lampu. Memang merupakan salah satu kejadian luar biasa yang sifatnya kebetulan di dalam sejarah moderen bahwa tepat ketika lampu pijar, yang diproduksi secara komersial mulai tahun 1880-an, mengancam akan menghancurkan industri minyak bumi, mobil-mobil dengan mesin yang menggunkan minyak bumi memberi peluang baru kepada industri minyak bumi, mulai sekitar tahun 1900 dan seterusnya. Perusahaan-perusahaan-perusahaan lain segera tertarik pada kandungan minyak bumi Indonesia. Produk baru lainya adalah karet, yang juga berhubungan erat dengan industri mobil yang baru itu. Pohon karet yang asli, ficus elastica, diusahakan menjadi tanaman perkebunan di Jawa Barat dan pesisir timur Sumatera mulai tahun 1864.
Bukan hanya para pengusaha Belanda yang aktif di Indonesia. Pembentukan Royal Dutch Shell pada tahun 1907 mencerminkan internasionalisasi investasi secara umum. Pengembangan pertanian hampir sepenuhnya dikuasai Belanda. Akan tetapi, kira-kira 70% dari modal Belanda pada tahun 1929 diinvestasikan di Jawa, kira-kira separo diantaranya pada tebu. Pembangunan di luar Jawa lebih menginternasional. Semua kegiatan tersebut menunjukkan bahwa daerah-daerah luar Jawa telah mengungguli Jawa, baik sebagai pusat investasi maupun sumber expor. Komoditi-komoditi ekspor Jawa yang terpenting adalah kopi, teh, gula, karet, ubi kayu, dan tembakau. Untuk sebagian besar komoditi ini, hasil produksi daerah-daerah luar Jawa lebih banyak daripada Jawa. Sering sekali terjadi pasang surut, akan tetapi secara keseluruhan nilai ekspor di Jawa menurun hampir 70% dari tahun 1880.
Namun kemajuan tersebut tidaklah berlangsung lama dikarenakan timbul permaslahan baru yaitu dengan Bergesernya kegiatan ekonomi ke daerah-daerah luar Jawa itu menimbulkan kesulitan yang besar dalam kebijakan pemerintah, kesulitan yang terus berlangsung sejak saat itu. Kini lapangan-lapangan investasi dan penghasil-penghasil komoditi ekspor yang terpenting adalah daerah-daerah luar Jawa. Akan tetapi, masalah-masalah kesejahteraan yang utama, tuntutan-tuntutan pokok terhadap ‘hutang kehormatan’ adalah di Jawa. Dalam teori, program-program kesejahteraan di Jawa dapat dibiayai dengan mengharuskan daerah-daerah luar jawa memberikan subsidi bagi program-program tersebut, sehingga menghindari naiknya pajak yang sudah sangat berat di Jawa. Dengan demikian, perbedaan antar Jawa dan luar Jawa yang berakar pada masa lalu menjadi semakin mencolok sekarang. Daerah-daerah luar Jawa mempunyai ikatan dengan islam yang lebih mendalam, kegiatan kewiraswastaan yang lebih besar, komoditi-komoditi ekspor yang lebih berharga, dan investasi asing yang lebih besar.
Pertumbuhan ekonomi dan masalah kesejahteaan penduduk pribumi hanya berkaitan dalam proyek-proyek infrastruktur saja. Misalnya, perluasan jaringan rel kereta api dan trem. Pada tahun 1867, jaringan rel kereta api diseluruh wilayah Hindia Timur Belanda hanya mencapai panjang kira-kira 25 kilometer, dan pada tahun 1873 hanya sekitar 260 kilometer. Akan tetapi setelah itu terjadi perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 1930, jaringan rel kereta api dan trem sudah mencapai panjang 7.425 kilometer. Belanda meningkatkan produksi bahan pangan dengan jalan mengadakan percobaan dengan bibit-bibit baru, mendorong pemakaian pupuk, dan sebagainya. Usaha-usaha ini sangat berhasil, tetapi tidak sebanding dengan banyaknya penduduk.
Pertambahan jumlah penduduk memengaruhi semua perkembangan yang terjadi selama zaman penjajahan baru ini dan juga menghantui sejarah Indonesia semenjak itu. Singkatnya, penduduk Jawa (khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur) meningkat sampai sangat berlebihan, sementara di daerah-daerah luar Jawa masih banyak daerah yang jarang penduduknya atau tidak berpenduduk samasekali. Dengan demikian, hampir 70% penduduk Indonesia pada tahun 1930 tinggal di Jawa dan Madura, yang luasnya sekitar 7%dari luas seluruh daratan Indonesia. Jawa, yang pernah menjadi lumbung padi lumbung padi Nusantara, sekarang telah menjadi wilayah yang kekurangan bahan pangan.
Pertumbuhan penduduk Jawa mempunyai kaitan yang mendasar dengan tingkat kesejahteraanya yang rendah, tetapi pihak Belanda tidak mempunyai kebijakan yang dapat memecahkan masalah tersebut. Memang sulit untuk mengetahui apa yang dapat dilakukan. Kecuali beberapa eksperimen yang terbatas dan gagal dalam pembaharuan agraria, satu-satunya jawaban yang diberikan Belanda adalah emigrasi dari Jawa ke luar Jawa, suatu kebijakan yang masih terus dilanjutkan setelah kemerdekaan Indonesia dengan nama ‘transmigrasi’. Pihak Belanda telah meningkatkan anggaran belanja mereka untuk proyek-proyek kesehatan umum sebesar hampir sepuluh kali lipat antara tahun1900 dan 1930. Akan tetapi, menghadapi kemiskinan yang mendalam dan penduduk Jawa yang terlalu banyak, hasilnya terbatas. Diadakanya berbagai program imunisasi, kampanye-kampanye anti malaria, dan perbaikan-perbaikan kesehatan barangkali menyebabkan turunya angka kematian, walaupun angka-angka statistinya masih diragukan.
·         Represi dan Krisis Ekonomi (1927-1942).
Sehabis perang, ekonomi sangat maju, dalam 10 tahun setelah 1914, ekspor Hindia Belanda ke Amerika Serikat meningkat tujuh kali lipat, yakni meningkat dari dua persen dari ekspor total sebelum perang menjadi 14 persen. Namun dalam konteks ekonomi yang ada di dalam bangsa Indonesia hidup tiba-tiba berubah karena depresi ekonomi melanda dunia pada tahun 1930-an. Sebagaimana ada gejala krisis yang akan terjadi di negara-negara industri. Harga  beberapa produk Indonesia telah mengalami penurunan dan pasar ekspor seperti pasar ekspor gula menciut karena produksi gula meluas dimana-mana, terutama di Inggris dan Jepang. Indonesia amat bergantung pada ekspornya, terutama produk minyak bumi dan pertanian. Tidak hanya pada produksi itu saja, produksi karet, kopi, dan tembakau juga menghadapi bencana. Krisis ekonomi di kedua daratan ini yang berakibat diberlakukannya kebijakan proteksi secara menyeluruh, ditambah dengan harga-harga yang menurun, tiba-tiba menjerumuskan Indonesia ke dalam  suatu krisis ekonomi. Dampak krisis ini terhadap bangsa Indonesia jelas sangat serius. Memang benar, seperti yang dikatakan oleh beberapa pengamat bahwa para pekerja Indonesia cenderung kembali ke pertanian untuk menyambung hidup, namun juga benar bahwa banyak diantaranya tidak memiliki kesempatan itu sama sekali. Sebagian lahan tidak lagi digunakan untuk produksi gula dan digunakannya kembali produksi padi, tetapi peningkatan produksi padi tidak sepenuhnya dapat menyediakan keperluan makanan dan pekerjaan bagi populasi yang terus menerus bertambah.

2.2.2. Keadaan Sosial dan Ekonomi Indonesia Pasca Perang Dunia II

a)      Keadaan Sosial
Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas baru untuk persatuan dalam menghadapi kekuasaan asing, dan untuk tatanan sosial yang lebih adil tampaknya akhirnya membuahkan hasil pada masa sesudah Perang Dunia II. Untuk pertama kalinya di dalam kehidupan kebanyakan rakyat Indonesia, segala sesuatu yang serba paksaan yang berasal dari kekuasaan asing hilang secara tiba-tiba.
b)     Keadaan Ekonomi
Ketika dunia memasuki Perang Dunia 2 dan jatuhnya kekuasaan Belanda di Indonesia ke tangan Jepang, dengan itu sistem ekonomi di Indonesia diatur oleh Jepang. Sebenarnya sudah sejak Perang Dunia 1 Jepang tertarik kepada Indonesia setelah ia melihat bahwa Indonesia selain sangat kaya bila dilihat dari segi ekonomi. Indonesia sangat berharga  bagi Jepang karena negara itu kaya akan bahan-bahan mentah untuk keperluan industri Jepang seperti minyak, karet, timah, bauksit, nikel, mangan, dan lainnya. Pihak Hindia Belanda pun mulai merasakan adanya tekanan-tekanan dari pihak Jepang karena adanya barang-barang Jepang yang membanjiri Hindia Belanda sangat tidak menguntungkan stabilitas ekonomi. Maka dengan alasan untuk menyehatkan ekonomi, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan-peraturan yang bersifat proteksi, diantaranya di bidang impor, tenaga kerja, perdagangan, penangkapan ikan, imigrasi, perkapalan, dan lainnya.          

2.3. Keadaan Politik dan Hubungan Internasional Indonesia Pasca Perang Dunia

            2.3.1. Keadaan Politik dan Hubungan Internasional Indonesia Pasca Perang Dunia I

a)      Keadaan Politik

Setelah lebih daripada dua ratus tahun pengaruh Belanda sangat menonjol di Indonesia, terlihat bahwa sesudah Perang Dunia Pertama, kebijakan kolonial yang baru mulai menghasilkan buah.
Perang Dunia I (1914-8) menandai dimulainya zaman kegiatan politik yang bergejolak di Indonesia. Kehebohan politik di Eropa yang mencapai puncaknya antara 1917 dan 1920 menyebabkan pandangan yang sebelumnya dianggap sangat radikal sebelum perang menjadi dominan. Di Belanda konsep baru kebijakan kolonial maju pesat, dan di Indonesia baik gerakan Internasional maupun nasional menjadi semakin kuat. Dan dari hal ini perlu diketahui mengenai pergerakan politik pada masa setelah Perang Dunia 1 di Indonesia.
·         Proses Radikal
Apabila sekitar tahun 1915 dan 1916 organisasi utama seperti SI dan BO pada umumnya bersikap lunak dan loyal terhadap gubernemen Hindia Belanda maka dalam tahun-tahun berikutnya tumbuhlah sikap politik yang semakin radikal, semata-mata sebagai kelakuan reaktif terhadap politik kolonial yang semakin bertentangan dengan politik etis.
Mulai pecahnya Perang Dunia 1pada tahun 1914, kelihatan ada usaha untuk mengembalikan kekuatan yang ada pada Budi Utomo. Berdasarkan akan adanya kemungkinan intervensi kekuasaan asing lain, Budi Utomo Melancarkan isu penting pertahanan sendiri, dan yang menjadi penyokong alasan wajib militer pribumi. Diskusi yang terjadi berturut-turut dalam pertemuan-pertemuan setempat sebaliknya menggeser perhatian rakyat dari soal wajib militer kearah soal perwakilan rakyat. Dikirimkanya sebuah misi ke negeri Belanda oleh Kote “Indie Weerbaar” untuk pertahanan Hindia dalam tahun 1916-1917 merupakan pertanda masa yang amat berhasil bagi Budi Utomo.
·         Polarisasi dan Radikalisasi (1918-1926)
Pada akhir dasawarsa kedua perkembangan politik mengalami intensifikasi dan ekstensitas, tidak hanya karena ada peningkatan politik kolonial, tetapi juga karena ada peningkatan tuntunan politik serta meluasnya mobilisasi politik dikalangan rakyat. Tambahan pula tersedia kepemimpinan yang di jalankan oleh tokoh – tokoh yang menunjukkan integritas luar biasa.
Meskipun fokus aktivitas politik tetap ada pada organisasi pergerakan nasional, namun lewat saluran – saluran lain dilancarkan pelbagai aksi, seperti aksi pemogokan sarekat pekerja dan sarekat buruh, protes, deklarasi, dan lain sebagainya. Di samping itu muncul aktivitas di bidang ekonomi, sosial dan budaya, seperti pendirian koperasi, sekolah – sekolah, kursus – kursus pusat latihan kesenian. Mulai disadari bahwa semua bidang kegiatan itu menjadi saluran yang berfungsi sangat instrumental untuk meningkatkan kesadaran nasional pada umumnya dan kesadaran pilitik khusunya. Hal ini lebih dirasakan manfaatnya terutama dalam menghadapi pembatasan kebebasan berbicara dan berkumpul serta pengekangan kegiatan antara pemimpin dan aktivitas pergerakan. Setiap bentuk solidaritas akan merupakan simbol politik seperti lazimnya pada manifesti kolektif.
Sejak dilancarkannya gerakan Indie Weerbaar yang segera disusul oleh kesibukan sekitar persiapan pembentukan DR ( Dewan Rakyat ), arena politik meluas sekali serta aktivitas politik menjadi sangat intensif. Permasalahan sekitar kedua hal itu menjadi fokus konflik politis tidak lain karena timbul pendirian pendirian yang antagonistis, yaitu pro dan kontra menurut aliran ataupun orientasi ideologinya. Spektrum politik benar – benar mencerminkan pluralisme dari masyarakat indonesia. Golongan sosialis dan komunis ada pada ujung tempat kaum radikal dan ekstrim kiri , sedang golongan BO ada di ujung tempat kaum moderat. Keduduka SI ada diantara golongan itu. Paling sedikit sampai tahun 1923 waktu itu ada larangan terhadap keanggotaan rangkap. Perkembangan dari tahun ke tahun sejak 1918 menunjukkan kecenderungan ke arah orientasi radikal. Ada beberapa faktor yaang menyebabkannya:
1)      Dibidang politik di Eropa dampak pergolakan politik  pasca perang dunia I di Eropa pada umumnya dan di Negeri Belanda khususnya. Revolusi Oktober 1917 di Rusia yang disusul oleh gerakan revolusioner kaum sosial – demokrat Belanda yang dipimpin oleh Troelstra memberi inspirasi kepada unsur – unsur progresif di Indonesia yang bergabung dalam ISDV untuk menuntut pemerintahan sendiri dan perwakilan dengan hak – hak yang luas. Pidato Van Limburg Strium pada 18 November 1918 memberi angin kepada semangat revolusioner itu;
2)      Dibidang sosial – ekonomi, perang dunia I mengakibatkan kemacetan pengangkutan hasil perkebunan sehingga pengusaha perkebunan mengurangi produksinya dengan akibat banyak rakyat kehilangan pekerjaan dan pendapatan. Penderitaan rakyat bertambah besar lebih – lebih gubernemen membebankan pajak yang lebih berat kepada rakyat. Kalau sejak 1920 ekonomi membaik karena produksi perkebunan mendapat pasaran yang baik sekali, kebijaksanaan gubernemen lebih condong membiarkan pengusaha yang memungut sebagian besar keuntungannya, sedang rakyat tetap ditekan dengan beban pajak serta hidup dalam kondisi yang merana;
3)      Proses politisasi lewat organisasi, kongres, media massa memperoleh rangsangan dari proses memburuknya kondisi sosial – ekonomi rakyat. Lewat garis organisasi serikat buruh dan serikat pekerja sekerja ada kesempatan untuk memobilisasikan rakyat tingkat bawah, karena statusnya sebagai komponen sangat fungsional dalam sistem produksi ekonomi kolonial. Sesuai dengan struktur ekonomi dualistisnya, ekonomi perkebunan sebagai tulang punggung politik eksploitasi daerah jajahan tetap menuntut tenaga kerja yang murah, sehingga dalam situasi ekonomi bagaimanapun kepentingan kaum pengusaha perlu dijamin, sedang kaum buruh sebanyak – banyaknya ditekan.
4)      Bertolak dari prinsip bahwa kepentingan kaum modal perlu di lindungi maka politik kolonial yang dijalankan oleh GJ Fock mau tak mau bersifat raksioner dalam menghadapi aliran – aliran politik serta segala manifestasinya seperti yang direalisasikan oleh organisasi – organisasi pergerakan nasional. Adalah suatu proses wajar apabila dalam hubungan penuh konflik kepentingan itu timbul peningkatan sikap reaksioner pada satu pihak dan radikalisme di pihak lain.
5)      Memburuknya kondisi hidup pada umumnya dan kondisi kaum buruh khususnya menciptakan iklim yang penuh kegelisahan serta keresahan dikalangan rakyat sehingga ada kecenderungan kuat mengikuti himbauan para pemimpin untuk aksi –aksi, antara  lain pemogokan. Sudah barang tentu pemimpin – pemimpin radikal ISDV, VSTP, PKI, sangat aktif dalam propaganda untuk melakukan perjuangan melawan kapitalisme dan imperialisme. Secara terus – menerus mereka berusaha membawa organisasi ke arah radikalisme dan polarisme.
·         Gaya Baru dalam Pergerakan Nasional Setelah Tahun 1926
Suatu dampak yang menonjol dari politik konserfatif Gubernur Jendral Fock ialah pergerakan Nasional menempuh jalan makin radikal dalam memperjuangkan tujuannya yang semakin berubah menjadi politik murni lokasi sosial golongan yang mendukung suatu organisasi pergerakan akan sangat menentukan derajat radikalismenya.
a)      Bentuk Ideologi Politik Masa Pergerakan Nasional Setelah Tahun 1926
Dalam menjalankan sosialisasi politik para pemimpin partai nasionalis sebagai elite modern menghadapi masalah bagaimana mencapai terpisah oleh jarak sosial dari rakyat. Berbagai dengan SI (PSI) yang berdasarkan ideologi religius, PNI dan kemudian Partindo atau PNI Baru sebagai organisasi nasionalis sekuler membutuhkan ideologi politik yang non religius. Dalam hal ini lingkungan PNI soekarnolah yang telah banyak memberikan sumbangan konsepsi-konsepsi politik, antara lain konsep marhanisme, sosio-nasionalisme, dan sosio – demokratisnya.
b)      Perkembangan Organisasi-Organisasi Politik dan Gerakan Sesudah Tahun 1926
• Sekitar Pendirian PNI (Partai Nasional Indonesia)
Politik kolonial Belanda telah memberikan jalan ke arah organisasi yang bercorak nasional murni dan bersifat radikal. Inisiatif in adalah Ir. Soekarno tahun 1925 mendirikan Aglemeene Studie Club di Bandung. Tahun 1926 setelah terbitnya karya H.O.S Tjokroaminoto tentang islam dan sosialisme, Ir. Soekarno memasukkan unsur kekuatan idiologi ketiga yaitu nasionalisme dalam karangan,’ Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”. Ketiga kekuatan itu menjadi landasan pergerakan nasional secara garis besar dan oleh Ir. Soekarno juga dianggap sebagai alat pemersatu pergerakan rakyat Indonesia. Kemudian disebut sebagai nasakom. Tanggal 4 Juli 1927 atas inisiatif Aglemeene Studie Club mendirikan rapat perserikatan Naional Indonesia sebagai rapat pembetukan partai yang dihadiri oleh Ir. Soekarno, Dr. Tjipto Mangkusumo, Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokroadisurjo, Mr. Budiarto dan Mr. Sunario. Pada rapat itu dr. Tjipto tidak setuju dibentuk partai baru namun disarankan menyalurkan nama baru sebab PKI harus ditindas.
• Partindo (Partai Indonesia)
Pada tanggal 29 April 1931 di Jakarta didirikan partai politik baru dengan nama Partai Indonesia (Partindo). Pada dasarnya, Partindoa adalah PNI dengan nama lain. Para pemimpinnya yakin bahwa cara itu akan mencegah tindakan dari pemerintah menentang Partindo. Dalam maklumatnya tertanggal 30 April 1931 dalam majalah Persatuan Indonesia dinyatakan bahwa Partindo berdiri di atas dasar nasionalisme,dengan kekuatan sendiri tanpa meminta bantuan siapa pun (self help),dan tujuannya adalah kemerdekaan Indonesia. Dalam mencapai tujuan itu Partindo yang dipimpin oleh Sartono akan mendasarkan pada kekuatan sendiri. Anggota Partindo sebagian besar berasal dari anggota PNI. Pada permulaan bulan Februari 1932 Partindo mempunyai anggota sekitar 3000 orang.
• PNI-Baru (Pendidikan Nasional Indonesia)
Golongan Merdeka tidak senang melihat pembubaran PNI itu yang kemudian disusul dengan didirikannya Partindo. Mereka tidak tinggal diam,tetapi berusaha untuk mendirikan suatu organisasi sendiri. Mereka selalu berhubungan dengan Mohammad Hatta yang masih berada di Negeri Belanda. Akhirnya pada bulan Desember 1931 di Yogyakarta didirikan organisasi baru bagi mereka dengan nama Pendidikan Nasional Indonesia (disingkat PNI-Baru).
Jika PNI-Baru dibandingkan dengan Partindo, pada hakikatnya tidak ada perbedaan yang besar. Kedua organisasi tersebut berdiri di atas dasar yang tidak jauh berbeda,yaitu nasionalisme. Tujuannya adalah kemerdekaan Indonesia yang hendak dicapai dengan kekuatan sendiri tanpa meminta bantuan siapa pun (self-help) dan tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial (nonkooperasi).
• Partai Indonesia Raya (Parindra)
Partai Indonesia Raya merupakan fusi (gabungan) dari Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Penggabungan dua organisasi ini dilaksanakan pada kongresnya di Surakarta tanggal 25 Desember 1935. Tujuan Partai Indonesia Raya adalah untuk mencapai Indonesia mulia dan sempurna, dengan dasar nasionalisme Indonesia. Taktik perjuangannya adalah kooperasi.  Oleh karena itu, Parindra mempunyai wakilnya di Volksraad untuk membela kepentingan rakyat. Selain perjuangan melalui volksraad Parindra juga melakukan beberapa usaha, antara lain sebagai berikut : 1) Di bidang pertanian dengan mendirikan Perhimpunan Rukun Tani untuk membantu kehidupan petani dan mendirikan Bank Nasional Indonesia. 2) Di bidang pelayaran dengan membentuk Rukun Pelayaran Indonesia. Kepengurusan Parindra. Pada awal terbentuknya organisasi ini adalah Dr. Sutomo sebagai ketua dan Wuryaningrat sebagai wakil ketua. Sedangkan Kepala Departemen Politik dalam Pengurus besar Parindra adalah Muhammad Husni Thamrin
• Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)
Pertengahan Mei 1937 di Jakarta dibentuk partai gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Dengan ketuanya Adnan Kapau Gani. Asas Gerindo yaitu kebangsaan,kerakyatan. Didasarkan atas satu darah satu keturunan. Asas kerakyatan dari gerindo adalah demokrasi dalam berbagai lapangan masyarakat. Jalan untuk mencapai tujuan, yaitu dengan cara : i. Membimbing rakyat sampai mencapai tingkat keinsafan, ekonomi dan sosial. ii. Menyusun kekuatan rakyat diluar dan didalam rakyat-rakyat ketika didalam dewa-dewan.
Gerindo mengutamakan bidang politknnya. Organisasi ini mendapat dukungan dan partisipasi dari mantan anggota partindo. Sehingga kolonial mencoba menghangatkannya dengan cara membubarkan rapat pendirian cabang gerindo. Sedangkan politiknya ditunjukkan terhadap petisi Sutarjo menuju konferensi imperiaslisme ketika hak Belanda dan Indonesia mempunyai kedudukan yang sama di Indonesia.
c)      Berakhirnya Masa Nonkooperasi
Periode antara awal 1932 sampai pertengahan 1933 tidak hanya di tandai oleh perpecahan gerakan nasionalis serta kegagalan usaha pengintegrasian organisasi – organisasi nasionalis, tetapi juga oleh aksi politik yang semakin meningkatkan terutama sebagai dampak politik agitasi yang di jalankan Soekarno. Disini dijumpai kekuatan – kekuatan sosial yang anatgonistik sehingga gerakan nasionalis sebagai totalitas menjadi kontra produktif,bahkan dalam rangka kondisi ekonomis serta situasi politik menuju ke perbenturan kekuatan nasionalis dengan nasionalis dengan kekuasaan kolonial.
Dalam suasana yang semakin panas dapat diduga bahwa penguasa sudah siap untuk bertindak tindakan pertama ialah pemberangusan surat kabar Fikiran Rakyat pada tanggal 19 Juli 1933 yang memuat sebuah cartoon. Pada tanggal 1 Agustus semua rapat Partindo dan PNI baru dilarang dan hari itu juga Soekarno ditahan. Sehari kemudian dikeluarkan larangan bagi semua pegawai negeri masuk menjadi anggota partai tersebut. Tindakan – tindakan itu kesemuanya dilegitimasikan oleh pemerintahan HB semata – mata untuk menjamin rust en orde dan dilandaskan pada artikel 153 bis dan ter.
• Reorganisasi dan Reorientasi
Menjelang krisis dunia serta pecahnya Perang Dunia 2 politik kolonial membeku, tidak ada kemampuan menyesuaikan diri dari perubahan zaman. Dari gerakan nasionalis ada pelbagai usaha untuk menyesuaikan diri, antara lain dengan menjalankan politik kooperasi gerakan yang bersifat progresif-moderat.
Ancaman dan tekanan yang terus menerus diberikan pemerintah kolonial terhadap organisasi-organisasi kebangsaan dan tokoh-tokoh pergerakan pada masa itu, merupakan sebagian sebab mengapa pergerakan kebangsaan Indonesia pada tahun1930-an tidak dapat bersifat demikian radikal, malah sebaliknya bersikap lunak terhadap pemerintah kolonial. Pada tahun 1930-an pemerintah kolonial Belanda telah mengefisienkan alat-alat represif dan preventifnya terhadap pergerakan kebangsaan.
Pemerintah kolonial tidak berniat untuk mematikan pergerakan kebangsaan Indonesia. Pemerintah kolonial mengetahui bahwa aspirasi rakyat yang tidak tersalurkan dapat menimbulkan gerakan-gerakan eksplosif yang tidak diinginkan (gerakan sosial).  Pemerintah kolonial pada dasarnya hanya hendak melemahkan aktivitas pergerakan kebangsaan, khususnya pergerakan kebangsaan yang dinilai radikal-revolusioner. Yang diharapkan oleh pemerintah kolonial adalah semacam nasionalisme yang lunak dan kompromis.
Atas dasar itulah akhirnya banyak organisasi kebangsaan mengubah haluan dari non-kooperasi menjadi kooperasi. Berkembangnya faham fasisme di Eropa serta politik ekspansionisme yang tengah dilancarkan oleh pemerintah militer Jepang sedikit banyak juga telah memberikan pengaruh terhadap pengubahan haluan organisasi kebangsaan Indonesia. Baik di negeri Belanda maupun di Indonesia kaum nasionalis menyadari bahwa untuk menangkal fasisme tersebut tidak ada cara lain kecuali memihak demokrasi.,maka dari itu perjuangan melawan kolonialisme dan imperalisme tidak dilakukan lagi secara mutlak bersikap anti. Ada kebersamaan yang mendekaktkan kaum nasionalis dengan pihak colonial, yaitu mempertahankan demokrasi terhadap bahaya fasisme. Kesadaran itu muncul terlebih dahulu di kalangan PI yang mulai mengambil haluan kooperasi.

2.2.2. Keadaan Politik dan Hubungan Internasional Indonesia Pasca Perang Dunia II

a)      Keadaan Politik
Setelah terjadinya Perang Dunia 2 bangsa Indonesia ini berada dibawah kepemimpinan Jepang. Karena Belanda jatuh ketika dunia memasuki Perang Dunia 2. Keadaan di bidang politik pergerakan nasional Indonesia sesudah Perang Dunia 2 yaitu berada pada kekuasaan Jepang. Tentara Jepang rupanya menyadari betapa pentingnya mengadakan kerja sama dengan kaum pergerakan nasional Indonesia. Jadi kerja sama dengan kaum pergerakan itu dapat memudahkan usaha tentara Jepang untuk mengerahkan tenaga rakyat Indonesia dalam membantu perang yang dilancarkan oleh Jepang.
Namun dalam menghadapi penjajahan Jepang, para pemimpin bangsa Indonesia menggunakan dua macam taktik, yaitu taktik kooprasi atau bersedia bekerja sama dengan kaum penjajah Jepang, dan taktik non kooperasi, yakni menolak kerja sama dengan penjajah. Pihak tentara Jepang berusaha memanfaatkan pengaruh-pengaruh para pemimpin pergerakan untuk mendukung usaha perang mereka, dilain pihak para pemimpin pergerakan nasional Indonesia berusaha mengambil keuntungan sebesar-besarnya pula dari kerja sama itu untuk tujuan mencapai kemerdekaan tanah air dan bangsanya.
b)     Keadaan Hubungan Internasional
Pada masa pasca perang dunia II Indonesia sudah menyelenggarakan hubungan internasional di beberapa bidang, yang pertama adalah bidang ekonomi yaitu Indonesia bekerja sama dengan IMF dalam program dari presiden pertama soekarno yaitu (DEKON) Deklarasi Ekonomi, guna menanggulangi ekonomi pada masa itu.
Hubungan Internasional yang selanjutnya yaitu dengan adanya perwakilan diplomatic dari Indonesia yang dikirimkan untuk mewakili Indonesia dalam perserikatan bangsa-bangsa. Indonesia resmi menjadi negara anggota perserikatan bangsa-bangsa ke-60 pada tanggal 28 September 1950 yang ditetapkan dengan resolusi mejelis umum PBB nomor A/RES/491(V) tentang “penerimaan Republik Indonesia dalam keanggotaan di perserikatan bangsa-bangsa.

BAB 3. SIMPULAN


Pengaruh Perang Dunia Satu terhadap pergerakan nasional Indonesia dan dampaknya setelah terjadi Perang Dunia Satu. Periode sejak 1900 sampai akhir Perang Dunia 1 menyaksikan perkembangan yang pesat dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Meskipun negeri Belanda apabila dibanding dengan negara-negara lain dalam urusan daerah jajahan yang agak terlambat, kegiatanya dalam masa itu cukup menghasilkan kemajuan.
Pengaruh Perang Dunia Satu terhadap Tergerakan nasional Indonesia dan Dampaknya Setelah Terjadi Perang Dunia Satu perlu diketahui bahwa selama kedua dasawarsa dari periode antara Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2 keretakan sosial antara golongan-glongan rasial menjadi lebih parah dan pertentangan politik menjadi lebih tajam dari pada masa-masa sebelumnya.

















DAFTAR PUSTAKA




https://history 1978.wordpres.com/perangkat-sejarah/sejarah-kelas-xiiipa/dampak-perang-dunia-ii-terhadap-dunia-internasional/&ei=ZqoonOmsq%lc=id-ID&s=1&m=543%ts=1447800153%sig=ALL1Aq0cVy8zYCY06Gjnu2jKqJoiEpw(diakses pada 18 november 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar