
Makalah pembanding
KEHIDUPAN
SOSIAL DAN EKONOMI, POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL INDONESIA PASCA PERANG
DUNIA
(di
susun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia III)
DOSEN PENGAMPU
Dr. Nurul Umamah, M.Pd.
Oleh
M. Hafid Afandi
NIM 140210302012
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan taufik serta hidayahNya kepada saya sehingga
saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Kehidupan Sosial dan
Ekonomi, Politik dan Hubungan Internasional Indonesia Pasca Perang Dunia“ ini dengan lancar. Tak lupa sholawat
serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW yang telah membawa
kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang yaitu agama Islam.
Tujuan
pembuatan makalah ini atas dasar :
·
Tugas yang diberikan oleh ibu Dr. Nurul
Umamah, M.Pd.selaku dosen Pengampu mata kuliah Sejarah Indonesia III;
·
Menambah wawasan kami sebagai mahasiswa
UNEJ yang bertujuan menjadi tenaga pendidik.
Dalam
penyusunan makalah ini kami tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, antara lain:
·
Ibu Dr. Nurul Umamah, M.Pd. selaku dosen
pengampu mata kuliah Sejarah Indonesia III kami yang telah memberi kesempatan
untuk menambah wawasan dan pengetahuan kami;
·
Orang tua kami yang memberikan kami
semangat dan motivasi untuk terus berkembang;
·
Teman-teman kami yang telah memberikan
banyak kritik dan saran yang sangat membantu
proses penyempurnaan makalah ini.
Kami
mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini. Kiranya makalah
ini masih memiliki kekurangan kami mohon maaf. Semoga makalah ini dapat
memperluas wawasan kita semua dan dapat membantu dalam proses belajar mengajar,
Amin.
Penyusun
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perang Dunia merupakan perang
global, yaitu perang yang aktor dalam kejadian tersebut adalah tidak hanya
dalam lingkup suatu daerah atau tempat saja, melainkan antara negara-negara
yang ada diseluruh dunia meskipun tidak semuanya menjadi pelaku perang. Tetapi
sebagian besar negara-negara di dunia telah bergejolak karena melakukan perang
ini.
Dalam sejarahnya, perang dunia
berlangsung selama dua kali yaitu Perang Dunia 1 pada tahun 1914 sampai 1918
dan Perang Dunia 2 yang terjadi pada tahun 1939-1935. Perang yang terjadi dalam
kurun beberapa tahun dan dalam beberapa perode ini telah membawa suatu pengaruh
yang besar bagi kehidupan masyarakat dunia. Tentu saja dalam hal yang mendasar
dalam hidup manusia yang utama, Perang Dunia juga membawa suatu pengaruh yang
besar bagi kehidupan dunia yaitu yang bersangkutan dengan negara-negara yang
ada di dunia baik yang ikut dalam perang dunia maupun yang tidak.
Di Indonesia sendiri, meletusnya
Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2 juga berpengaruh terhadap Indonesia tentunya
terhadap keadaan dan kehidupan sosialdan ekonomi, politik dan hubungan
internasional. Tentunya keadaan sebelum maupun keadaan sesudah Perang Dunia
sangatlah berbeda di Indonesia, banyak pengaruh yang diberikan oleh Perang
Dunia terhadap Indonesia. Namun, kali ini akan membahas pada pasca perang
dunia.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas rumusan masalah yang hendak dicapai adalah:
1.
Bagaimana terjadinya perang dunia I dan perang dunia II?
2.
Bagaimana kehidupan sosial dan ekonomi Indonesia pasca perang
dunia I dan perang dunia II?
3.
Bagaimana kehidupan politik dan hubungan internasional Indonesia
pasca perang dunia I dan perang dunia II?
1.3.Manfaat
Berdasarkan
rumusan masalah diatas manfaat yang hendak dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui
terjadinya perang dunia I dan perang dunia II;
2. Untuk mengetahui
kehidupan sosial dan ekonomi Indonesia pasca perang dunia;
3. Untuk mengetahui
kehidupan politik dan hubungan internasional Indonesia pasca perang dunia.
BAB
2. PEMBAHASAN
2.1. Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2
2.1.1
Perang Dunia 1
Perang Dunia I (PDI) adalah sebuah perang global
terpusat di Eropa
yang dimulai pada tanggal 28 Juli 1914 sampai 11 November 1918. Perang ini
sering disebut Perang Dunia atau
Perang Besar sejak terjadi
sampai dimulainya Perang Dunia II pada tahun 1939, dan Perang Dunia Pertama atau Perang Dunia
I setelah itu. Perang ini melibatkan semua kekuatan besar
dunia, yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan, yaitu Sekutu (berdasarkan Entente Tiga
yang terdiri dari Britania Raya, Perancis,
dan Rusia)
dan Kekuatan Sentral
(terpusat pada Aliansi Tiga yang terdiri dari Jerman,
Austria-Hongaria, dan Italia;
namun saat Austria-Hongaria melakukan serangan sementara persekutuan ini
bersifat defensif, Italia tidak ikut berperang). Kedua aliansi ini
melakukan reorganisasi (Italia berada di pihak Sekutu) dan memperluas diri saat
banyak negara ikut serta dalam perang. Lebih dari 70 juta tentara militer,
termasuk 60 juta orang Eropa, dimobilisasi dalam salah satu perang terbesar
dalam sejarah. Lebih dari 9 juta prajurit gugur,
terutama akibat kemajuan teknologi yang meningkatkan tingkat mematikannya suatu
senjata tanpa mempertimbangkan perbaikan perlindungan atau mobilitas. Perang
Dunia I adalah konflik paling
mematikan keenam dalam sejarah dunia, sehingga membuka jalan
untuk berbagai perubahan politik seperti revolusi di beberapa negara yang
terlibat.
Penyebab
jangka panjang perang ini mencakup kebijakan luar negeri imperialis
kekuatan besar Eropa, termasuk Kekaisaran Jerman,
Kekaisaran Austria-Hongaria, Kesultanan Utsmaniyah, Kekaisaran Rusia,
Imperium Britania, Republik Perancis,
dan Italia.
Pembunuhan tanggal
28 Juni 1914 terhadap Adipati Agung
Franz Ferdinand dari Austria, pewaris tahta Austria-Hongaria,
oleh seorang nasionalis
Yugoslavia di Sarajevo, Bosnia
dan Herzegovina adalah pencetus perang ini. Pembunuhan
tersebut berujung pada ultimatum Habsburg terhadap Kerajaan Serbia.[10][11]
Sejumlah aliansi yang dibentuk selama beberapa dasawarsa sebelumnya terguncang,
sehingga dalam hitungan minggu semua kekuatan besar terlibat dalam perang;
melalui koloni mereka, konflik ini segera menyebar ke seluruh dunia.
Pada
tanggal 28 Juli, konflik ini dibuka dengan invasi ke Serbia oleh Austria-Hongaria,
diikuti invasi Jerman ke Belgia,
Luksemburg,
dan Perancis; dan serangan Rusia ke Jerman. Setelah pawai Jerman di Paris
tersendat, Front Barat
melakukan pertempuran atrisi statis dengan jalur parit
yang mengubah sedikit suasana sampai tahun 1917. Di Timur,
angkatan darat Rusia berhasil mengalahkan pasukan Kesultanan Utsmaniyah, namun
dipaksa mundur dari Prusia Timur dan Polandia
oleh angkatan darat Jerman. Front lainnya dibuka setelah Kesultanan Utsmaniyah
ikut serta dalam perang tahun 1914, Italia dan Bulgaria
tahun 1915, dan Rumania
tahun 1916. Kekaisaran Rusia runtuh bulan Maret 1917, dan Rusia
menarik diri dari perang setelah Revolusi Oktober
pada akhir tahun itu. Setelah serangan Jerman di sepanjang front barat tahun
1918, Sekutu memaksa pasukan Jerman mundur dalam serangkaian serangan yang
sukses dan pasukan Amerika Serikat mulai memasuki parit.
Jerman, yang bermasalah dengan revolusi pada saat itu,
setuju melakukan gencatan senjata pada tanggal 11 November 1918 yang kelak
dikenal sebagai Hari Gencatan Senjata.
Perang ini berakhir dengan kemenangan di pihak Sekutu.
Peristiwa
di front Britania
sama rusuhnya seperti front depan, karena para pihak terlibat berusaha
memobilisasi tenaga manusia dan sumber daya ekonomi mereka untuk melakukan perang total.
Pada akhir perang, empat kekuatan imperial besar Kekaisaran Jerman,
Rusia, Austria-Hongaria, dan Utsmaniyah bubar. Negara pengganti
dua kekaisaran yang disebutkan pertama tadi kehilangan banyak sekali wilayah,
sementara dua terakhir bubar sepenuhnya. Eropa Tengah terpecah menjadi beberapa
negara kecil. Liga Bangsa-Bangsa dibentuk dengan harapan
mencegah konflik seperti ini selanjutnya. Nasionalisme Eropa yang muncul akibat
perang dan pembubaran kekaisaran, dampak kekalahan Jerman dan masalah dengan Traktat Versailles
diyakini menjadi faktor penyebab pecahnya Perang Dunia II.
2.1.2
Perang Dunia 2
Perang Dunia II, atau Perang Dunia Kedua (biasa disingkat
menjadi PDII atau PD2), adalah sebuah perang
global yang berlangsung mulai tahun 1939 sampai 1945. Perang ini melibatkan banyak sekali negara di dunia
—termasuk semua kekuatan besar—yang pada akhirnya
membentuk dua aliansi militer
yang saling bertentangan: Sekutu dan Poros.
Perang ini merupakan perang terluas dalam sejarah yang melibatkan lebih dari
100 juta orang di berbagai pasukan militer.
Dalam keadaan "perang total", negara-negara
besar memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya untuk
keperluan perang, sehingga menghapus perbedaan antara sumber daya sipil dan militer.
Ditandai oleh sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian massal warga
sipil, termasuk Holocaust
dan pemakaian senjata nuklir dalam peperangan,
perang ini memakan korban jiwa sebanyak 50 juta sampai 70 juta jiwa.
Jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia II konflik paling
mematikan sepanjang sejarah umat
manusia.
Kekaisaran Jepang berusaha mendominasi Asia Timur
dan sudah memulai perang dengan Republik Tiongkok pada tahun 1937,[2]
tetapi perang dunia secara umum pecah pada tanggal 1 September 1939 dengan
invasi ke Polandia
oleh Jerman yang diikuti serangkaian pernyataan
perang terhadap Jerman oleh Perancis dan Britania.
Sejak akhir 1939 hingga awal 1941, dalam serangkaian kampanye dan perjanjian,
Jerman membentuk aliansi Poros bersama Italia,
menguasai atau menaklukkan sebagian besar benua Eropa. Setelah Pakta Molotov–Ribbentrop,
Jerman dan Uni Soviet berpisah dan menganeksasi wilayah negara-negara
tetangganya sendiri di Eropa, termasuk Polandia. Britania Raya, dengan imperium
dan Persemakmurannya, menjadi satu-satunya
kekuatan besar Sekutu yang terus berperang melawan blok Poros, dengan
mengadakan pertempuran di Afrika Utara dan
Pertempuran Atlantik.
Bulan Juni 1941, Poros Eropa melancarkan invasi terhadap Uni Soviet yang menandakan
terbukanya teater perang darat terbesar sepanjang sejarah,
yang melibatkan sebagian besar pasukan militer Poros sampai akhir perang. Pada
bulan Desember 1941, Jepang bergabung dengan blok Poros, menyerang Amerika Serikat dan teritori Eropa
di Samudra Pasifik, dan dengan cepat
menguasai sebagian besar Pasifik Barat.
Serbuan
Poros berhenti tahun 1942, setelah Jepang kalah dalam berbagai pertempuran laut
dan tentara Poros Eropa dikalahkan di Afrika Utara
dan Stalingrad. Pada tahun 1943,
melalui serangkaian kekalahan Jerman
di Eropa Timur,
invasi Sekutu ke Italia, dan
kemenangan Amerika Serikat di Pasifik, Poros kehilangan inisiatif mereka dan
mundur secara strategis di semua front. Tahun 1944, Sekutu Barat menyerbu Perancis, sementara Uni Soviet
merebut kembali semua teritori yang pernah dicaplok dan menyerbu Jerman beserta
sekutunya. Perang di Eropa berakhir dengan pendudukan Berlin oleh tentara Soviet dan
Polandia dan penyerahan tanpa
syarat Jerman pada tanggal 8 Mei 1945. Sepanjang 1944 dan
1945, Amerika Serikat mengalahkan Angkatan Laut Jepang dan menduduki beberapa
pulau di Pasifik Barat, menjatuhkan bom atom di negara itu menjelang invasi ke
Kepulauan Jepang. Uni Soviet kemudian mengikuti melalui
negosiasi dengan menyatakan perang terhadap Jepang dan menyerbu Manchuria. Kekaisaran Jepang
menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, sehingga mengakhiri perang di Asia
dan memperkuat kemenangan total Sekutu atas Poros.
Perang
Dunia II mengubah haluan politik dan struktur sosial dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan
untuk memperkuat kerja sama internasional dan mencegah konflik-konflik yang
akan datang. Para kekuatan besar yang merupakan pemenang perang—Amerika
Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Uni Soviet dan Amerika Serikat muncnul
sebagai kekuatan super yang saling bersaing dan mendirikan panggung Perang Dunia yang
kelak bertahan selama 46 tahun selanjutnya. Sementara itu, pengaruh
kekuatan-kekuatan besar Eropa mulai melemah, dan dekolonisasi Asia
dan Afrika
dimulai. Kebanyakan negara yang industrinya terkena dampak buruk muali
menjlaani pemulihan ekonomi.
Integrasi politik, khususnya di Eropa,
muncul sebagai upaya untuk menstabilkan hubungan pascaperang.
2.2.
Keadaan Sosial dan Ekonomi Indonesia Pasca Perang Dunia
2.2.1. Keadaan Sosial dan Ekonomi Indonesia Pasca
Perang Dunia I
a) Keadaan
Sosial
Kegagalan Politik
etis tampak jelas pada tahun-tahun akhir Perang Dunia 1 sewaktu di mana-mana
timbul kelaparan dan kemiskinan. Perbedaan antara masyarakat Eropa dan
masyarakat pribumi sangat mencolok. Perusahaan mengalami kemajuan pesat dan
keuntungan berlipat ganda. Hal itu disebabkan oleh permintaan yang besar akan
produksi Hindia Belanda di pasar Dunia. Untuk dapat menghadapi persaingan,
pengusaha menuntut agar pemerintah tidak menghalang-halangi perusahaan mereka.
Usaha untuk membantu rakyat hanya dijalankan oleh pengusaha di daerah-daerah di
mana mereka mempunyai kebun, jadi semata-mata untuk memelihara kepentinganya. Tidak mengherankan apabila waktu itu kegelisahan sosial
sangat meluas.
b) Keadaan
Ekonomi
Kemajuan dalam bidang
ekonomi memang cukup dirasakan semua ini berlangsung dalam suatu lingkungan ekonomi yang sedang berubah
dengan cepat, aksi-aksi penaklukan di daerah-daerah luar Jawa telah memperluas
wilayah kekuasaan Belanda, dan daerah-daerah tersebut menjadi fokus yang lebih
penting daripada Jawa dalam pembangunan ekonomi baru. Adanya
kandungan-kandungan minyak bumi di daerah Langkat, Sumatera Utara, telah
diketahui sejak tahun 1860-an. Daerah ini merupakan kawasan yang tidak tenang
selama berkecamuknya Perang Aceh. Pada tahun 1883, A.J. Zijlker mendapat
persetujuan pemerintahan untuk suatu konsesi dari Pangeran Langkat, dan
dimulailah pengeboran-pengeboran percobaan. Setelah menghadapi banyak
masalah di bidang personel, keuangan medan, iklim, dan kebakaran sumur pada
tahun 1888, akhirnya minyak mulai mengalir dalam jumlah yang menjanjikan.
Pada mulanya, minyak bumi dimanfaatkan terutama untuk
minyak lampu. Memang merupakan salah satu kejadian luar biasa yang sifatnya
kebetulan di dalam sejarah moderen bahwa tepat ketika lampu pijar, yang
diproduksi secara komersial mulai tahun 1880-an, mengancam akan menghancurkan
industri minyak bumi, mobil-mobil dengan mesin yang menggunkan minyak bumi
memberi peluang baru kepada industri minyak bumi, mulai sekitar tahun 1900 dan
seterusnya. Perusahaan-perusahaan-perusahaan lain segera tertarik pada
kandungan minyak bumi Indonesia. Produk baru lainya adalah karet, yang juga
berhubungan erat dengan industri mobil yang baru itu. Pohon karet yang asli,
ficus elastica, diusahakan menjadi tanaman perkebunan di Jawa Barat dan pesisir
timur Sumatera mulai tahun 1864.
Bukan hanya para pengusaha Belanda yang aktif di
Indonesia. Pembentukan Royal Dutch Shell pada tahun 1907 mencerminkan
internasionalisasi investasi secara umum. Pengembangan pertanian hampir
sepenuhnya dikuasai Belanda. Akan tetapi, kira-kira 70% dari modal Belanda pada
tahun 1929 diinvestasikan di Jawa, kira-kira separo diantaranya pada tebu.
Pembangunan di luar Jawa lebih menginternasional. Semua kegiatan tersebut
menunjukkan bahwa daerah-daerah luar Jawa telah mengungguli Jawa, baik sebagai
pusat investasi maupun sumber expor. Komoditi-komoditi ekspor Jawa yang
terpenting adalah kopi, teh, gula, karet, ubi kayu, dan tembakau. Untuk
sebagian besar komoditi ini, hasil produksi daerah-daerah luar Jawa lebih
banyak daripada Jawa. Sering sekali terjadi pasang surut, akan tetapi secara
keseluruhan nilai ekspor di Jawa menurun hampir 70% dari tahun 1880.
Namun kemajuan tersebut tidaklah berlangsung lama
dikarenakan timbul permaslahan baru yaitu dengan Bergesernya kegiatan ekonomi
ke daerah-daerah luar Jawa itu menimbulkan kesulitan yang besar dalam kebijakan
pemerintah, kesulitan yang terus berlangsung sejak saat itu. Kini
lapangan-lapangan investasi dan penghasil-penghasil komoditi ekspor yang
terpenting adalah daerah-daerah luar Jawa. Akan tetapi, masalah-masalah
kesejahteraan yang utama, tuntutan-tuntutan pokok terhadap ‘hutang kehormatan’
adalah di Jawa. Dalam teori, program-program kesejahteraan di Jawa dapat dibiayai
dengan mengharuskan daerah-daerah luar jawa memberikan subsidi bagi
program-program tersebut, sehingga menghindari naiknya pajak yang sudah sangat
berat di Jawa. Dengan demikian, perbedaan antar Jawa dan luar Jawa yang berakar
pada masa lalu menjadi semakin mencolok sekarang. Daerah-daerah luar Jawa
mempunyai ikatan dengan islam yang lebih mendalam, kegiatan kewiraswastaan yang
lebih besar, komoditi-komoditi ekspor yang lebih berharga, dan investasi asing
yang lebih besar.
Pertumbuhan ekonomi dan masalah kesejahteaan penduduk
pribumi hanya berkaitan dalam proyek-proyek infrastruktur saja. Misalnya,
perluasan jaringan rel kereta api dan trem. Pada tahun 1867, jaringan rel
kereta api diseluruh wilayah Hindia Timur Belanda hanya mencapai panjang
kira-kira 25 kilometer, dan pada tahun 1873 hanya sekitar 260 kilometer. Akan
tetapi setelah itu terjadi perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 1930,
jaringan rel kereta api dan trem sudah mencapai panjang 7.425 kilometer.
Belanda meningkatkan produksi bahan pangan dengan jalan mengadakan percobaan
dengan bibit-bibit baru, mendorong pemakaian pupuk, dan sebagainya. Usaha-usaha
ini sangat berhasil, tetapi tidak sebanding dengan banyaknya penduduk.
Pertambahan jumlah penduduk memengaruhi semua
perkembangan yang terjadi selama zaman penjajahan baru ini dan juga menghantui
sejarah Indonesia semenjak itu. Singkatnya, penduduk Jawa (khususnya Jawa
Tengah dan Jawa Timur) meningkat sampai sangat berlebihan, sementara di
daerah-daerah luar Jawa masih banyak daerah yang jarang penduduknya atau tidak
berpenduduk samasekali. Dengan demikian, hampir 70% penduduk Indonesia pada
tahun 1930 tinggal di Jawa dan Madura, yang luasnya sekitar 7%dari luas seluruh
daratan Indonesia. Jawa, yang pernah menjadi lumbung padi lumbung padi Nusantara,
sekarang telah menjadi wilayah yang kekurangan bahan pangan.
Pertumbuhan penduduk Jawa mempunyai kaitan yang
mendasar dengan tingkat kesejahteraanya yang rendah, tetapi pihak Belanda tidak
mempunyai kebijakan yang dapat memecahkan masalah tersebut. Memang sulit untuk
mengetahui apa yang dapat dilakukan. Kecuali beberapa eksperimen yang terbatas
dan gagal dalam pembaharuan agraria, satu-satunya jawaban yang diberikan
Belanda adalah emigrasi dari Jawa ke luar Jawa, suatu kebijakan yang masih
terus dilanjutkan setelah kemerdekaan Indonesia dengan nama ‘transmigrasi’.
Pihak Belanda telah meningkatkan anggaran belanja mereka untuk proyek-proyek
kesehatan umum sebesar hampir sepuluh kali lipat antara tahun1900 dan 1930.
Akan tetapi, menghadapi kemiskinan yang mendalam dan penduduk Jawa yang terlalu
banyak, hasilnya terbatas. Diadakanya berbagai program imunisasi,
kampanye-kampanye anti malaria, dan perbaikan-perbaikan kesehatan barangkali
menyebabkan turunya angka kematian, walaupun angka-angka statistinya masih
diragukan.
·
Represi dan Krisis
Ekonomi (1927-1942).
Sehabis perang, ekonomi sangat maju, dalam 10 tahun
setelah 1914, ekspor Hindia Belanda ke Amerika Serikat meningkat tujuh kali
lipat, yakni meningkat dari dua persen dari ekspor total sebelum perang menjadi
14 persen. Namun dalam konteks ekonomi yang ada di dalam bangsa Indonesia hidup
tiba-tiba berubah karena depresi ekonomi melanda dunia pada tahun 1930-an.
Sebagaimana ada gejala krisis yang akan terjadi di negara-negara industri.
Harga beberapa produk Indonesia telah
mengalami penurunan dan pasar ekspor seperti pasar ekspor gula menciut karena
produksi gula meluas dimana-mana, terutama di Inggris dan Jepang. Indonesia
amat bergantung pada ekspornya, terutama produk minyak bumi dan pertanian.
Tidak hanya pada produksi itu saja, produksi karet, kopi, dan tembakau juga
menghadapi bencana. Krisis ekonomi di kedua daratan ini yang berakibat
diberlakukannya kebijakan proteksi secara menyeluruh, ditambah dengan
harga-harga yang menurun, tiba-tiba menjerumuskan Indonesia ke dalam suatu krisis ekonomi. Dampak krisis ini
terhadap bangsa Indonesia jelas sangat serius. Memang benar, seperti yang
dikatakan oleh beberapa pengamat bahwa para pekerja Indonesia cenderung kembali
ke pertanian untuk menyambung hidup, namun juga benar bahwa banyak diantaranya
tidak memiliki kesempatan itu sama sekali. Sebagian lahan tidak lagi digunakan
untuk produksi gula dan digunakannya kembali produksi padi, tetapi peningkatan
produksi padi tidak sepenuhnya dapat menyediakan keperluan makanan dan
pekerjaan bagi populasi yang terus menerus bertambah.
2.2.2. Keadaan Sosial dan Ekonomi Indonesia Pasca
Perang Dunia II
a)
Keadaan Sosial
Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari
identitas-identitas baru untuk persatuan dalam menghadapi kekuasaan asing, dan
untuk tatanan sosial yang lebih adil tampaknya akhirnya membuahkan hasil pada
masa sesudah Perang Dunia II. Untuk pertama kalinya di dalam kehidupan
kebanyakan rakyat Indonesia, segala sesuatu yang serba paksaan yang berasal
dari kekuasaan asing hilang secara tiba-tiba.
b)
Keadaan Ekonomi
Ketika dunia memasuki
Perang Dunia 2 dan jatuhnya kekuasaan Belanda di Indonesia ke tangan Jepang,
dengan itu sistem ekonomi di Indonesia diatur oleh Jepang. Sebenarnya sudah
sejak Perang Dunia 1 Jepang tertarik kepada Indonesia setelah ia melihat bahwa
Indonesia selain sangat kaya bila dilihat dari segi ekonomi. Indonesia sangat
berharga bagi Jepang karena negara itu
kaya akan bahan-bahan mentah untuk keperluan industri Jepang seperti minyak,
karet, timah, bauksit, nikel, mangan, dan lainnya. Pihak Hindia Belanda pun
mulai merasakan adanya tekanan-tekanan dari pihak Jepang karena adanya
barang-barang Jepang yang membanjiri Hindia Belanda sangat tidak menguntungkan
stabilitas ekonomi. Maka dengan alasan untuk menyehatkan ekonomi, pemerintah
Hindia Belanda mengeluarkan peraturan-peraturan yang bersifat proteksi,
diantaranya di bidang impor, tenaga kerja, perdagangan, penangkapan ikan,
imigrasi, perkapalan, dan lainnya.
2.3.
Keadaan Politik dan Hubungan Internasional Indonesia Pasca Perang Dunia
2.3.1. Keadaan Politik dan Hubungan Internasional
Indonesia Pasca Perang Dunia I
a)
Keadaan Politik
Setelah lebih daripada dua ratus tahun pengaruh
Belanda sangat menonjol di Indonesia, terlihat bahwa sesudah Perang Dunia
Pertama, kebijakan kolonial yang baru mulai menghasilkan buah.
Perang Dunia I (1914-8) menandai dimulainya zaman
kegiatan politik yang bergejolak di Indonesia. Kehebohan politik di Eropa yang
mencapai puncaknya antara 1917 dan 1920 menyebabkan pandangan yang sebelumnya
dianggap sangat radikal sebelum perang menjadi dominan. Di Belanda konsep baru
kebijakan kolonial maju pesat, dan di Indonesia baik gerakan Internasional
maupun nasional menjadi semakin kuat. Dan dari hal ini perlu diketahui mengenai
pergerakan politik pada masa setelah Perang Dunia 1 di Indonesia.
·
Proses
Radikal
Apabila sekitar tahun
1915 dan 1916 organisasi utama seperti SI dan BO pada umumnya bersikap lunak
dan loyal terhadap gubernemen Hindia Belanda maka dalam tahun-tahun berikutnya
tumbuhlah sikap politik yang semakin radikal, semata-mata sebagai kelakuan
reaktif terhadap politik kolonial yang semakin bertentangan dengan politik
etis.
Mulai pecahnya Perang
Dunia 1pada tahun 1914, kelihatan ada usaha untuk mengembalikan kekuatan yang
ada pada Budi Utomo. Berdasarkan akan adanya kemungkinan intervensi kekuasaan
asing lain, Budi Utomo Melancarkan isu penting pertahanan sendiri, dan yang
menjadi penyokong alasan wajib militer pribumi. Diskusi yang terjadi
berturut-turut dalam pertemuan-pertemuan setempat sebaliknya menggeser perhatian
rakyat dari soal wajib militer kearah soal perwakilan rakyat. Dikirimkanya
sebuah misi ke negeri Belanda oleh Kote “Indie Weerbaar” untuk pertahanan
Hindia dalam tahun 1916-1917 merupakan pertanda masa yang amat berhasil bagi
Budi Utomo.
·
Polarisasi
dan Radikalisasi (1918-1926)
Pada akhir dasawarsa
kedua perkembangan politik mengalami intensifikasi dan ekstensitas, tidak hanya
karena ada peningkatan politik kolonial, tetapi juga karena ada peningkatan
tuntunan politik serta meluasnya mobilisasi politik dikalangan rakyat. Tambahan
pula tersedia kepemimpinan yang di jalankan oleh tokoh – tokoh yang menunjukkan
integritas luar biasa.
Meskipun fokus
aktivitas politik tetap ada pada organisasi pergerakan nasional, namun lewat
saluran – saluran lain dilancarkan pelbagai aksi, seperti aksi pemogokan
sarekat pekerja dan sarekat buruh, protes, deklarasi, dan lain sebagainya.
Di samping itu muncul aktivitas di bidang
ekonomi, sosial dan budaya, seperti pendirian koperasi, sekolah – sekolah,
kursus – kursus pusat latihan kesenian. Mulai disadari bahwa semua bidang
kegiatan itu menjadi saluran yang berfungsi sangat instrumental untuk
meningkatkan kesadaran nasional pada umumnya dan kesadaran pilitik khusunya.
Hal ini lebih dirasakan manfaatnya terutama dalam menghadapi pembatasan
kebebasan berbicara dan berkumpul serta pengekangan kegiatan antara pemimpin
dan aktivitas pergerakan. Setiap bentuk solidaritas akan merupakan simbol
politik seperti lazimnya pada manifesti kolektif.
Sejak dilancarkannya
gerakan Indie Weerbaar yang segera disusul oleh kesibukan sekitar persiapan
pembentukan DR ( Dewan Rakyat ), arena politik meluas sekali serta aktivitas
politik menjadi sangat intensif. Permasalahan sekitar kedua hal itu menjadi
fokus konflik politis tidak lain karena timbul pendirian pendirian yang
antagonistis, yaitu pro dan kontra menurut aliran ataupun orientasi
ideologinya. Spektrum politik benar – benar mencerminkan pluralisme dari
masyarakat indonesia. Golongan sosialis dan komunis ada pada ujung tempat kaum
radikal dan ekstrim kiri , sedang golongan BO ada di ujung tempat kaum moderat.
Keduduka SI ada diantara golongan itu. Paling sedikit sampai tahun 1923 waktu
itu ada larangan terhadap keanggotaan rangkap. Perkembangan dari tahun ke tahun
sejak 1918 menunjukkan kecenderungan ke arah orientasi radikal. Ada beberapa
faktor yaang menyebabkannya:
1)
Dibidang
politik di Eropa dampak pergolakan politik
pasca perang dunia I di Eropa pada umumnya dan di Negeri Belanda
khususnya. Revolusi Oktober 1917 di Rusia yang disusul oleh gerakan
revolusioner kaum sosial – demokrat Belanda yang dipimpin oleh Troelstra
memberi inspirasi kepada unsur – unsur progresif di Indonesia yang bergabung
dalam ISDV untuk menuntut pemerintahan sendiri dan perwakilan dengan hak – hak
yang luas. Pidato Van Limburg Strium pada 18 November 1918 memberi angin kepada
semangat revolusioner itu;
2)
Dibidang
sosial – ekonomi, perang dunia I mengakibatkan kemacetan pengangkutan hasil
perkebunan sehingga pengusaha perkebunan mengurangi produksinya dengan akibat
banyak rakyat kehilangan pekerjaan dan pendapatan. Penderitaan rakyat bertambah
besar lebih – lebih gubernemen membebankan pajak yang lebih berat kepada
rakyat. Kalau sejak 1920 ekonomi membaik karena produksi perkebunan mendapat
pasaran yang baik sekali, kebijaksanaan gubernemen lebih condong membiarkan
pengusaha yang memungut sebagian besar keuntungannya, sedang rakyat tetap
ditekan dengan beban pajak serta hidup dalam kondisi yang merana;
3)
Proses
politisasi lewat organisasi, kongres, media massa memperoleh rangsangan dari
proses memburuknya kondisi sosial – ekonomi rakyat. Lewat garis organisasi
serikat buruh dan serikat pekerja sekerja ada kesempatan untuk memobilisasikan
rakyat tingkat bawah, karena statusnya sebagai komponen sangat fungsional dalam
sistem produksi ekonomi kolonial. Sesuai dengan struktur ekonomi dualistisnya,
ekonomi perkebunan sebagai tulang punggung politik eksploitasi daerah jajahan
tetap menuntut tenaga kerja yang murah, sehingga dalam situasi ekonomi
bagaimanapun kepentingan kaum pengusaha perlu dijamin, sedang kaum buruh
sebanyak – banyaknya ditekan.
4)
Bertolak
dari prinsip bahwa kepentingan kaum modal perlu di lindungi maka politik
kolonial yang dijalankan oleh GJ Fock mau tak mau bersifat raksioner dalam
menghadapi aliran – aliran politik serta segala manifestasinya seperti yang
direalisasikan oleh organisasi – organisasi pergerakan nasional. Adalah suatu
proses wajar apabila dalam hubungan penuh konflik kepentingan itu timbul
peningkatan sikap reaksioner pada satu pihak dan radikalisme di pihak lain.
5)
Memburuknya
kondisi hidup pada umumnya dan kondisi kaum buruh khususnya menciptakan iklim
yang penuh kegelisahan serta keresahan dikalangan rakyat sehingga ada
kecenderungan kuat mengikuti himbauan para pemimpin untuk aksi –aksi,
antara lain pemogokan. Sudah barang
tentu pemimpin – pemimpin radikal ISDV, VSTP, PKI, sangat aktif dalam
propaganda untuk melakukan perjuangan melawan kapitalisme dan imperialisme.
Secara terus – menerus mereka berusaha membawa organisasi ke arah radikalisme
dan polarisme.
·
Gaya Baru dalam Pergerakan Nasional Setelah
Tahun 1926
Suatu dampak yang menonjol dari politik konserfatif
Gubernur Jendral Fock ialah pergerakan Nasional menempuh jalan makin radikal
dalam memperjuangkan tujuannya yang semakin berubah menjadi politik murni
lokasi sosial golongan yang mendukung suatu organisasi pergerakan akan sangat
menentukan derajat radikalismenya.
a) Bentuk Ideologi
Politik Masa Pergerakan Nasional Setelah Tahun 1926
Dalam menjalankan sosialisasi politik para pemimpin
partai nasionalis sebagai elite modern menghadapi masalah bagaimana mencapai
terpisah oleh jarak sosial dari rakyat. Berbagai dengan SI (PSI) yang
berdasarkan ideologi religius, PNI dan kemudian Partindo atau PNI Baru sebagai
organisasi nasionalis sekuler membutuhkan ideologi politik yang non religius.
Dalam hal ini lingkungan PNI soekarnolah yang telah banyak memberikan sumbangan
konsepsi-konsepsi politik, antara lain konsep marhanisme, sosio-nasionalisme,
dan sosio – demokratisnya.
b) Perkembangan
Organisasi-Organisasi Politik dan Gerakan Sesudah Tahun 1926
• Sekitar Pendirian PNI (Partai Nasional Indonesia)
Politik kolonial Belanda telah memberikan jalan ke
arah organisasi yang bercorak nasional murni dan bersifat radikal. Inisiatif in
adalah Ir. Soekarno tahun 1925 mendirikan Aglemeene Studie Club di Bandung.
Tahun 1926 setelah terbitnya karya H.O.S Tjokroaminoto tentang islam dan
sosialisme, Ir. Soekarno memasukkan unsur kekuatan idiologi ketiga yaitu
nasionalisme dalam karangan,’ Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”. Ketiga
kekuatan itu menjadi landasan pergerakan nasional secara garis besar dan oleh
Ir. Soekarno juga dianggap sebagai alat pemersatu pergerakan rakyat Indonesia.
Kemudian disebut sebagai nasakom. Tanggal 4 Juli 1927 atas inisiatif Aglemeene
Studie Club mendirikan rapat perserikatan Naional Indonesia sebagai rapat
pembetukan partai yang dihadiri oleh Ir. Soekarno, Dr. Tjipto Mangkusumo,
Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokroadisurjo, Mr. Budiarto dan Mr. Sunario. Pada rapat
itu dr. Tjipto tidak setuju dibentuk partai baru namun disarankan menyalurkan
nama baru sebab PKI harus ditindas.
• Partindo (Partai Indonesia)
Pada tanggal 29 April 1931 di Jakarta didirikan partai
politik baru dengan nama Partai Indonesia (Partindo). Pada dasarnya, Partindoa
adalah PNI dengan nama lain. Para pemimpinnya yakin bahwa cara itu akan
mencegah tindakan dari pemerintah menentang Partindo. Dalam maklumatnya
tertanggal 30 April 1931 dalam majalah Persatuan Indonesia dinyatakan bahwa
Partindo berdiri di atas dasar nasionalisme,dengan kekuatan sendiri tanpa
meminta bantuan siapa pun (self help),dan tujuannya adalah kemerdekaan
Indonesia. Dalam mencapai tujuan itu Partindo yang dipimpin oleh Sartono akan
mendasarkan pada kekuatan sendiri. Anggota Partindo sebagian besar berasal dari
anggota PNI. Pada permulaan bulan Februari 1932 Partindo mempunyai anggota
sekitar 3000 orang.
• PNI-Baru (Pendidikan Nasional Indonesia)
Golongan Merdeka tidak senang melihat pembubaran PNI
itu yang kemudian disusul dengan didirikannya Partindo. Mereka tidak tinggal
diam,tetapi berusaha untuk mendirikan suatu organisasi sendiri. Mereka selalu
berhubungan dengan Mohammad Hatta yang masih berada di Negeri Belanda. Akhirnya
pada bulan Desember 1931 di Yogyakarta didirikan organisasi baru bagi mereka
dengan nama Pendidikan Nasional Indonesia (disingkat PNI-Baru).
Jika PNI-Baru dibandingkan dengan Partindo, pada
hakikatnya tidak ada perbedaan yang besar. Kedua organisasi tersebut berdiri di
atas dasar yang tidak jauh berbeda,yaitu nasionalisme. Tujuannya adalah
kemerdekaan Indonesia yang hendak dicapai dengan kekuatan sendiri tanpa meminta
bantuan siapa pun (self-help) dan tidak mau bekerja sama dengan pemerintah
kolonial (nonkooperasi).
• Partai Indonesia Raya (Parindra)
Partai Indonesia Raya merupakan fusi (gabungan) dari
Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Penggabungan dua organisasi
ini dilaksanakan pada kongresnya di Surakarta tanggal 25 Desember 1935. Tujuan
Partai Indonesia Raya adalah untuk mencapai Indonesia mulia dan sempurna,
dengan dasar nasionalisme Indonesia. Taktik perjuangannya adalah
kooperasi. Oleh karena itu, Parindra
mempunyai wakilnya di Volksraad untuk membela kepentingan rakyat. Selain
perjuangan melalui volksraad Parindra juga melakukan beberapa usaha, antara
lain sebagai berikut : 1) Di bidang pertanian dengan mendirikan Perhimpunan
Rukun Tani untuk membantu kehidupan petani dan mendirikan Bank Nasional
Indonesia. 2) Di bidang pelayaran dengan membentuk Rukun Pelayaran Indonesia.
Kepengurusan Parindra. Pada awal terbentuknya organisasi ini adalah Dr. Sutomo
sebagai ketua dan Wuryaningrat sebagai wakil ketua. Sedangkan Kepala Departemen
Politik dalam Pengurus besar Parindra adalah Muhammad Husni Thamrin
• Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)
Pertengahan Mei 1937 di Jakarta dibentuk partai
gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Dengan ketuanya Adnan Kapau Gani. Asas
Gerindo yaitu kebangsaan,kerakyatan. Didasarkan atas satu darah satu keturunan.
Asas kerakyatan dari gerindo adalah demokrasi dalam berbagai lapangan
masyarakat. Jalan untuk mencapai tujuan, yaitu dengan cara : i. Membimbing
rakyat sampai mencapai tingkat keinsafan, ekonomi dan sosial. ii. Menyusun
kekuatan rakyat diluar dan didalam rakyat-rakyat ketika didalam dewa-dewan.
Gerindo mengutamakan bidang politknnya. Organisasi ini
mendapat dukungan dan partisipasi dari mantan anggota partindo. Sehingga
kolonial mencoba menghangatkannya dengan cara membubarkan rapat pendirian
cabang gerindo. Sedangkan politiknya ditunjukkan terhadap petisi Sutarjo menuju
konferensi imperiaslisme ketika hak Belanda dan Indonesia mempunyai kedudukan
yang sama di Indonesia.
c) Berakhirnya Masa
Nonkooperasi
Periode antara awal 1932 sampai pertengahan 1933 tidak
hanya di tandai oleh perpecahan gerakan nasionalis serta kegagalan usaha
pengintegrasian organisasi – organisasi nasionalis, tetapi juga oleh aksi
politik yang semakin meningkatkan terutama sebagai dampak politik agitasi yang
di jalankan Soekarno. Disini dijumpai kekuatan – kekuatan sosial yang
anatgonistik sehingga gerakan nasionalis sebagai totalitas menjadi kontra
produktif,bahkan dalam rangka kondisi ekonomis serta situasi politik menuju ke
perbenturan kekuatan nasionalis dengan nasionalis dengan kekuasaan kolonial.
Dalam suasana yang semakin panas dapat diduga bahwa
penguasa sudah siap untuk bertindak tindakan pertama ialah pemberangusan surat
kabar Fikiran Rakyat pada tanggal 19 Juli 1933 yang memuat sebuah cartoon. Pada
tanggal 1 Agustus semua rapat Partindo dan PNI baru dilarang dan hari itu juga
Soekarno ditahan. Sehari kemudian dikeluarkan larangan bagi semua pegawai
negeri masuk menjadi anggota partai tersebut. Tindakan – tindakan itu
kesemuanya dilegitimasikan oleh pemerintahan HB semata – mata untuk menjamin
rust en orde dan dilandaskan pada artikel 153 bis dan ter.
• Reorganisasi dan Reorientasi
Menjelang krisis dunia serta pecahnya Perang Dunia 2
politik kolonial membeku, tidak ada kemampuan menyesuaikan diri dari perubahan
zaman. Dari gerakan nasionalis ada pelbagai usaha untuk menyesuaikan diri,
antara lain dengan menjalankan politik kooperasi gerakan yang bersifat
progresif-moderat.
Ancaman dan tekanan yang terus menerus diberikan
pemerintah kolonial terhadap organisasi-organisasi kebangsaan dan tokoh-tokoh
pergerakan pada masa itu, merupakan sebagian sebab mengapa pergerakan
kebangsaan Indonesia pada tahun1930-an tidak dapat bersifat demikian radikal,
malah sebaliknya bersikap lunak terhadap pemerintah kolonial. Pada tahun
1930-an pemerintah kolonial Belanda telah mengefisienkan alat-alat represif dan
preventifnya terhadap pergerakan kebangsaan.
Pemerintah kolonial tidak berniat untuk mematikan
pergerakan kebangsaan Indonesia. Pemerintah kolonial mengetahui bahwa aspirasi
rakyat yang tidak tersalurkan dapat menimbulkan gerakan-gerakan eksplosif yang
tidak diinginkan (gerakan sosial). Pemerintah kolonial pada dasarnya
hanya hendak melemahkan aktivitas pergerakan kebangsaan, khususnya pergerakan
kebangsaan yang dinilai radikal-revolusioner. Yang diharapkan oleh pemerintah
kolonial adalah semacam nasionalisme yang lunak dan kompromis.
Atas dasar itulah akhirnya banyak organisasi
kebangsaan mengubah haluan dari non-kooperasi menjadi kooperasi. Berkembangnya
faham fasisme di Eropa serta politik ekspansionisme yang tengah dilancarkan
oleh pemerintah militer Jepang sedikit banyak juga telah memberikan pengaruh
terhadap pengubahan haluan organisasi kebangsaan Indonesia. Baik di negeri
Belanda maupun di Indonesia kaum nasionalis menyadari bahwa untuk menangkal
fasisme tersebut tidak ada cara lain kecuali memihak demokrasi.,maka dari itu
perjuangan melawan kolonialisme dan imperalisme tidak dilakukan lagi secara
mutlak bersikap anti. Ada kebersamaan yang mendekaktkan kaum nasionalis dengan
pihak colonial, yaitu mempertahankan demokrasi terhadap bahaya fasisme.
Kesadaran itu muncul terlebih dahulu di kalangan PI yang mulai mengambil haluan
kooperasi.
2.2.2. Keadaan Politik dan Hubungan Internasional
Indonesia Pasca Perang Dunia II
a) Keadaan Politik
Setelah terjadinya
Perang Dunia 2 bangsa Indonesia ini berada dibawah kepemimpinan Jepang. Karena
Belanda jatuh ketika dunia memasuki Perang Dunia 2. Keadaan di bidang politik
pergerakan nasional Indonesia sesudah Perang Dunia 2 yaitu berada pada
kekuasaan Jepang. Tentara Jepang rupanya menyadari betapa pentingnya mengadakan
kerja sama dengan kaum pergerakan nasional Indonesia. Jadi kerja sama dengan
kaum pergerakan itu dapat memudahkan usaha tentara Jepang untuk mengerahkan
tenaga rakyat Indonesia dalam membantu perang yang dilancarkan oleh Jepang.
Namun dalam
menghadapi penjajahan Jepang, para pemimpin bangsa Indonesia menggunakan dua
macam taktik, yaitu taktik kooprasi atau bersedia bekerja sama dengan kaum
penjajah Jepang, dan taktik non kooperasi, yakni menolak kerja sama dengan penjajah.
Pihak tentara Jepang berusaha memanfaatkan pengaruh-pengaruh para pemimpin
pergerakan untuk mendukung usaha perang mereka, dilain pihak para pemimpin
pergerakan nasional Indonesia berusaha mengambil keuntungan sebesar-besarnya
pula dari kerja sama itu untuk tujuan mencapai kemerdekaan tanah air dan
bangsanya.
b) Keadaan Hubungan
Internasional
Pada masa pasca
perang dunia II Indonesia sudah menyelenggarakan hubungan internasional di
beberapa bidang, yang pertama adalah bidang ekonomi yaitu Indonesia bekerja
sama dengan IMF dalam program dari presiden pertama soekarno yaitu (DEKON)
Deklarasi Ekonomi, guna menanggulangi ekonomi pada masa itu.
Hubungan
Internasional yang selanjutnya yaitu dengan adanya perwakilan diplomatic dari
Indonesia yang dikirimkan untuk mewakili Indonesia dalam perserikatan
bangsa-bangsa. Indonesia resmi menjadi negara anggota perserikatan
bangsa-bangsa ke-60 pada tanggal 28 September 1950 yang ditetapkan dengan
resolusi mejelis umum PBB nomor A/RES/491(V) tentang “penerimaan Republik
Indonesia dalam keanggotaan di perserikatan bangsa-bangsa.
BAB 3. SIMPULAN
Pengaruh Perang Dunia Satu terhadap pergerakan nasional Indonesia dan
dampaknya setelah terjadi Perang Dunia Satu. Periode sejak 1900 sampai akhir
Perang Dunia 1 menyaksikan perkembangan yang pesat dalam bidang ekonomi, sosial
dan politik. Meskipun negeri Belanda apabila dibanding dengan negara-negara
lain dalam urusan daerah jajahan yang agak terlambat, kegiatanya dalam masa itu
cukup menghasilkan kemajuan.
Pengaruh Perang Dunia Satu terhadap Tergerakan nasional Indonesia dan
Dampaknya Setelah Terjadi Perang Dunia Satu perlu diketahui bahwa selama kedua
dasawarsa dari periode antara Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2 keretakan
sosial antara golongan-glongan rasial menjadi lebih parah dan pertentangan
politik menjadi lebih tajam dari pada masa-masa sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
https://history 1978.wordpres.com/perangkat-sejarah/sejarah-kelas-xiiipa/dampak-perang-dunia-ii-terhadap-dunia-internasional/&ei=ZqoonOmsq%lc=id-ID&s=1&m=543%ts=1447800153%sig=ALL1Aq0cVy8zYCY06Gjnu2jKqJoiEpw(diakses
pada 18 november 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar