Sabtu, 13 Oktober 2018

MAKALAH PEMBANDING KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL PADA MASA PERGERAKAN NASIONAL



KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL
PADA MASA PERGERAKAN NASIONAL


MAKALAH



Oleh
Akhirul Ariyanto
NIM 140210302064


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

DAFTAR ISI




PRAKATA

            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta  karunia-Nya kepada penulis sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dengan judul “Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Kolonial pada Masa Pergerakan Nasional.
       Makalah ini berisikan informasi tentang langkah-langkah pemerintah kolonial dalam mempertahankan posisi serta kedudukan mereka dari ancaman pergerakan nasional. Diharapkan makalah ini dapat memperluas wawasan pembaca sekaligus menciptakan rasa cinta tanah air dalam diri kita semua.
         Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dari bantuan dan keterlibatan dari berbagi pihak yang telah mendukung dan memberikan bantuan baik bantuan moral maupun pemikiran. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Dosen pembimbing
2.      Kedua orang tua kami tercinta, dan
3.      Para sivitas akademika di Universitas Jember
            Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala urusaha kita.Amin.

Jember, Agustus 2014                                                                                    Penulis



BAB 1. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

            Memasuki abad ke-19 di kepulauan Indonesia terjadi perubahan politik. Perusahaan Dagang Hindia Timur (VOC) bubar pada tanggal 31 Desember 1799. Berbagai sebab menjadi latar belakang keruntuhan itu, seperti mutu pegawai yang merosot, manajemen yang jelek, pengeluaran yang sangat besar terutama pembiayaan intervensi politiknya, sistem monopoli yang sudah tidak sesuai lagi, dan yang terpenting adalah korupsi yang merajalela.
            Meluasnya pengaruh perusahaan dagang Inggris hingga ke ranah politik dengan perebutan-perebutan hegemoni dan wilayah turut serta meredupkan eksistensi VOC di nusantara. Pada masa itu sebagai akibat dari pergolakan politik di Eropa berupa perluasan Revolusi Perancis oleh Napoleon Bonaparte, persaingan keduanya menjadi lebih sengit.
            Demi mempertahankan hasil positif yang telah dicapai VOC, negara Belanda melalui Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengeksploitasi sumber daya nusantara lebih besar lagi. Hal ini menimbulkan reaksi penduduk pribumi yang menentang kebijakan pemerintah kolonial, karena dianggap menindas mereka. Mulailah muncul pergerakan-pergerakan nasional dalam rangka menunjukkan perlawanan penduduk pribumi terhadap bentuk-bentuk penjajahan asing.
            Pemerintah kolonial memandang pergerakan ini cukup membahayakan keberadaan mereka. Mereka mengambil kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan pengaruh organisasi pergerakan nasional terhadap cara berpikir penduduk pribumi.
            Berdasarkan berbagai realitas diatas, penulis mengangkat judul “Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda pada Masa Pergerakan Nasional” dalam penulisan karya ini. Kehidupan politik pemerintah kolonial Hindia Belanda dalam menghadapi pergerakan nasional akan menjadi esensi makalah penulis.

1.2 Rumusan Masalah

1.    Bagaiman konsep negara kolonial dan masyarakat kolonial Hindia Belanda?
2.    Bagaimana inovasi-inovasi pemerintah kolonial Hindia Belanda dalam masa pergerakan nasional?
3.    Bagaimana langkah politik penguasa dalam mempertahankan posisi serta kedudukan mereka dari ancaman pergerakan nasional?

1.3 Tujuan

1.      Mengkaji konsep negara kolonial serta masyarakat kolonial Hindia Belanda.
2.      Mengidentifikasi inovasi-inovasi pemerintah kolonial Hindia Belanda serta dampaknya bagi masyarakat luas.
3.      Mengkaji langkah politik penguasa Hindia Belanda dalam mempertahankan posisi serta kedudukan mereka dari ancaman pergerakan nasional.

1.4 Manfaat

            Penulisan makalah ini diharapkan mampu memperluas wawasan pembaca dalam memahami langkah-langkah pemerintah kolonial Hindia Belanda dalam mempertahankan posisi serta kedudukan mereka dari ancaman pergerakan nasional. Sehingga diharapkan generasi mendatang dapat belajar dari apa yang telah dialami bangsa Indonesia.
            Bagi penulis, makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas matakuliah Sejarah Indonesia III yang diampu oleh: Dr. Nurul Umamah, M.Pd.


BAB 2. PEMBAHASAN


2.1 Negara Kolonial Hindia Belanda

            Setelah runtuhnya VOC pada tanggal 31 Desember 1799, Pemerintah Kerajaan Belanda mengambil alih seluruh wilayah kekuasaannya, terutama di nusantara yang berpusat di Batavia, Pulau Jawa. Raja Belanda mengutus Marsekal Lodewijk Napoleon untuk menangani peralihan tersebut. Marsekal Napoleon menyusun kembali sistem pemerintahan dan membangun pertahanan. Tindakan-tindakan utamanya adalah membangun suatu birokrasi dan tentara yang professional meniru model Revolusi Perancis, mengubah sistem politik tradisional dan melakukan wajib militer.
            Pada akhir abad ke-19 Negara Kolonial Hindia-Belanda hampir berhasil menaklukkan seluruh kerajaan dan masyarakat politik di kepulauan Indonesia. Perlawanan hebat dan sengit dihadapi di sejumlah tempat. Sementara itu di Papua Barat politik Hindia Belanda masih dalam bentuk eksplorasi dan penjelajahan awal kolonialisme.

2.2 Masyarakat Kolonial

            Masyarakat Indonesia pada masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda berada dalam kehidupan politik yang terbagi menjadi 2 bentuk, yakni kerajaan (kesultanan) dan bukan kerajaan. Masyarakat kerajaan lebih tersusun atas jabatan dan kekuasaan yang hampir seluruhnya menerima pengaruh Islam. Mereka bersifat hierarkis yang mengakui garis keturunan raja dan ningrat dengan hak politik turun-temurun. Berbagai segi kehidupan masyarakat kerajaan sangat bergantung pada kebijakan raja meskipun tidak terintegrasi sepenuhnya. Oleh karenanya, apabila ada kebijakan raja yang tidak dapat mereka terima, dapat beralih pindah wilayah atau kerajaan lainnya.
            Pada masyarakat yang berada dalam kehidupan politik bukan kerajaan, tidak ada jenjang kekuasaan yang berpusat pada raja. Penentu kebijakan ada pada hasil musyawarah beberapa pemimpin suku yang mereka pilih berdasarkan keunggulan-keunggulan tertentu atau primus inter pares. Namun demikian, pemimpin-pemimpin tersebut tidak memiliki kekuasaan nyata atas anggota kelompoknya, tetapi lebih berfungsi sebagai penyelaras dan panutan kehidupan masyarakatnya.
            Ketika negara Hindia Belanda mulai menanamkan kekuasaannya, berlangsung beberapa perubahan besar dalam tatanan politik yang telah ada. Bentuk-bentuk perubahan yang terjadi sangat dirasakan oleh masyarakat di Pulau Jawa. Pamor kekuasaan kerajaan mulai merosot. Kerajaan yang menjadi bagian dari pemerintahan kolonial kehilangan kekuasaan politik dan menjadi tidak lebih sebagai simbol budaya masyarakat.

2.3 Gagasan-Gagasan Baru Pemerintah Kolonial

2.3.1 Politik Etis

            Perubahan haluan politik kolonial juga dipercepat oleh perkembangan ekonomi sekitar tahun 1900. Perkebunan gula dan kopi mengalami kerugian besar karena terserang hama. Industri perkebunan yang mengalami kemajuan pesat sejak tahun 1870 dan karena perbaikan teknis dapat mengatasi krisis dan wabah penyakit tebu sehingga politik kolonial liberal mencapai hasil baik dengan keuntungan-keuntungan yang cukup besar. Dalam keadaan itu banyak modal asing ditanamkan secara besar-besaran. Dibalik semua kesuksesan tersebut, pada kenyataannya kemakmuran rakyat terancam karena perusahaan pribumi tidak mampu bersaing.
            Kejadian-kejadian yang mendadak, antara lain, panen yang gagal, penyakit ternak, dan bencana alam, mendesak agar segera ada pertolongan. Sementara itu, keuangan negeri Belanda mundur sekali. Pada tahun 1901, ditegaskan usaha-usaha apakah yang dilakukan untuk menanggulangi keadaan ekonomi itu:
1)    Pembentukan Panitia Kemunduran Kesejahteraan untuk menyelidiki sebab-sebab kemunduran itu. Hasilnya akan dipergunakan sebagai landasan politik praktis. Laporan yang lengkap baru selesai diterbitkan pada tahun 1911.
2)    Untuk memajukan perusahaan pribumi perlu dihidupkan kembali baik usaha-usaha agraris maupun industrial.
3)    Diadakan peraturan-peraturan atau usaha-usaha untuk mencegah kemunduran lebih lanjut, antara lain dengan mengadakan pinjaman tidak berbunga sebesar 30 juta gulden yang dikembalikan dalam waktu 5-6 tahun; pemberian sebagai hadiah uang sebesar 40 juta gulden.
4)    Beberapa penyelidikan keadaan ekonomis seperti yang tercantum dalam karya van Deventer, J.D Kielstra, dan Fock, semuanya memberi gambaran bahwa rakyat di pedesaan sangat miskin; hidup tertekan dari hari ke hari; hasil minimum dari tanah yang telah terpecah-pecah; dan upah kerja yang sangat rendah
            Dari berbagai permasalahan yang terjadi, semua golongan menginginkan bahwa negeri Belanda harus memerhatikan kepentingan pribumi dan membantu Indonesia dalam masa kesulitan. Politik etis mulai mulai dilaksanakan dengan pemberian bantuan sebesar 40 juta gulden, suatu pemberian yang telah bertahun-tahun diperjuangkan oleh kaum etisi yang semuanya menuntut pengembalian jutaan yang telah diambil oleh Belanda.
            Politik etis mengubah pandangan dalam politik kolonial yang beranggapan Indonesia tidak lagi sebagai wingewest (daerah yang menguntungkan) menjadi daerah yang perlu dikembangkan sehingga dapat dipenuhi keperluannya, dan ditingkatkan budaya rakyat pribumi.
            Selama periode tahun 1900-1925 banyak kemajuan serta perubahan dan bangunan-bangunan besar telah dijalankan kesemuanya merupakan keharusan dalam kemajuan yang tidak dapat dielakkan. Diantaranya, ialah:
1)      desentralisasi,
2)      perubahan-perubahan pemerintahan,
3)      perbaikan kesehatan rakyat dan emigrasi,
4)      perbaikan pertanian dan peternakan,
5)      pembangunan irigasi dan lalu lintas.
            Usaha-usaha pembangunan itu dijalankan untuk mengikuti perkembangan yang tidak dapat dielakkan lagi, antara lain, sebagai akibat politik kolonial sebelumnya, ialah komersialisasi dan birokratisasi. Yang  pada gilirannya memerlukan komunikasi yang lebih luas dan cepat. Edukasi yang lebih terbuka dan mempertinggi kehidupan ekonomi rakyat pada umumnya. Biaya untuk melaksanakan pembangunan itu diperjuangkan di parlemen agar dibebankan pada pemerintah Belanda meliputi jumlah sebesar 40 juta gulden yang diberikan sebagai hadiah.

2.3.2 Emigrasi

            Penduduk di Jawa dan Madura pada tahun 1865 berjumlah 14 juta dan pada tahun 1900 telah berlipat dua. Daerah yang subur tanahnya menjadi yang padat penduduknya. Di daerah itu pada umunya sudah tidak ada lagi tanah kosong, bahkan tanah persawahan juga digunakan untuk penanaman tanaman ekspor, seperti tebu dan tembakau. Dalam abad ke-19 terjadi migrasi dari Jawa tengah ke Jawa Timur, berhubung dengan perluasan tanaman tebu. Perusahaan gula ini memberi pencairan baru di daerah di mana perkembangan penduduk lebih cepat daripada perluasan tanah pertanian. Dari tahun 1885 sampai tahun 1900 penduduk bertambah hanya bertambah 5,7 % dan tanah pertanian 16 %.
            Emigarasi ke daerah luar Jawa disebabkan  permintaan besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan Sumatra Utara, khususnya di Deli, sedang emigrasi ke Lampung mempunyai tujuan untuk menetap.

2.3.3 Edukasi

            Pengajaran diberikan di sekolah kelas I kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berkedudukan atau berharta, di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi pada umumnya. Sekolah jenis pertama didirikan menurut Stb. 1893 no. 128, di ibu kota karasidenan, afdeling, dan onderafdeling atau kota pusat kerajinan dan perdagangan. Pada tahun 1903 terdapat 14 sekolah kelas I di ibu kota karasidenan dan 29 di ibu kota afdeling. Mata pelajaran yang diajarkan adalah membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, ilmu alam, sejarah, dan menggambar. Pada tahun 1903 di Jawa dan madura terdapat 245 sekolah kelas II negeri, 326 sekolah partikelir. Jumlah murid pada tahun 1892 ada sekitar 50 ribu, 35 ribu diantaranya di sekolah negeri. Pada tahun 1902 ada 1623 orang anak pribumi yang belajar pada sekolah Eropa. Perbandingan di Jawa dan Madura antara jumlah anak yang bersekolah dengan jumlah penduduk adalah 1 : 523.
            Untuk mendidik calon pamong praja ada 3 sekolah OSVIA, masing-masing di Bandung, Magelang, dan Probolinggo dengan 60 murid setiap sekolah. Ada 3 sekolah guru yaitu di Bandung, Yogyakarta, dan Probolinggo, satu sekolah dokter pribumi di Jakarta yang mengeluarkan 18 dokter setiap tahun, sepertiganya diperuntukkan bagin luar Jawa. Untuk Jawa dan Madura ada 1 dokter untuk 100.000 jiwa. Pada tahun 1902 dibuka sekolah pertanian di Bogor.

2.3.4 Sistem Kredit

            Untuk memberantas sistem kredit yang memberi bunga riba mencapai 15%, pemerintah kolonial mendirikan rumah pegadaian pada tahun 1900. Kredit yang diberikan oleh pegadaian bersifat produktif karena diperuntukkan sebagai modal membeli benih ataupun berdagang.
            Pada tahun 1904 didirikan bank kredit rakyat yang bertugas memberikan petunjuk penggunaan kredit serta menyalurkan kredit itu sendiri. Lumbung desa didirikan dengan sumbangan rakyat itu sendiri. Petani dapat meminjam padi dan dikembalikan waktu habis panen dengan ditambah bunganya.

2.3.5 Perubahan Pemerintahan/Administrasi

            Untuk penyesuaian dengan perkembangan perusahaan bebas sejak tahun 1870, administrasi perlu diubah berdasarkan prinsip persamaan dan ekonomi. Reorganisasi bertujuan mempertinggi efisiensi dan memperbesar otonomi, maka untuk keperluan itu diambil sebagai contoh lembaga-lembaga otonom yang telah didesentralisasikan di negara Belanda. Desentralisasi mencakup tiga hal yaitu
1)      delegasi kekuasaan dari pusat pemerintahan ke pemerintahan di Hindia Belanda, dari pemerintahan ini ke depatemen, pejabat lokal, dan dari pejabat Belanda ke pejabat pribumi;
2)      menciptakan lembaga-lembaga otonom yang mengatur urusan sendiri;
3)      pemisahahan keuangan negeri dari keuangan pribadi.
            Undang-Undang desentralisasi dari tahun 1903 menciptakan dewan-dewan lokal, baik dewan karasidenan maupun dewan kota sebagai lembaga hukum yang memiliki wewenang membuat peraturan-peraturan tentang pajak, urusan-urusan bangunan-bangunan umum seperti jalan-jalan, taman-taman, jembatan-jembatan. Jumlah dewan kota pada tahun 1901 ada 32 di Jawa dan 13 di luar Jawa, yang menjadi ketua adalah wakil kota. Menjelang akhir abad ke-19 perkembangan administrasi sangat pesat karena banyak pelayanan yang perlu diselenggarakan oleh pemerintah.
            Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, secara berangsur-angsur akan dibentuk provinsi dan kemudian kabupaten sebagai daerah otonom. Di daerah-daerah provinsi belum terbentuk tetap berlaku pelaksanaan undang-undang tahun 1903.
            Menjelang akhir abad ke-19 perkembangan administrasi sangat pesat karena banyak pelayanan-pelayanan publik yang perlu diselenggarakan oleh pemerintah. Berikut penjelasannya secara rinci:




Tabel 2.1 Perkembangan Pelayanan Publik
Tahun
Keterangan
1897
Dibentuk Departemen Pemerintahan yang bertugas mengurusi urusan hutan-hutan
1899
Dibentuk Departemen Pemerintahan yang bertugas mengurusi urusan pertambangan
1900
Didirikan lembaga negara yang bertugas menyusun regulasi terkait dengan penyaluran kredit oleh bank
1901
Dibentuk secara berturut-turut Dinas Pertanian, Perikanan, Kerajinan, dan pengembangan Dinas Kesehatan dan Peternakan
1904
Dibentuk Departemen Negara Bidang Pertanian
1907
Dibentuk Departemen Perusahaan-Perusahaan Negara
1911
Penggabungan beberapa instansi pemerintahan menjadi Departemen Pertanian, Industri, dan Perdagangan
Marwati, DP & Nugroho N. Sejarah Nasional Indonesia V.
 hal: 33

2.3.6 Undang-Undang Dasar

            Undang-Undang baru negeri Belanda memuat gagasan-gagasan seperti yang disarankan oleh panitia perubahan. Hindia Belanda diakui sebagai bagian integral dari kerajaan Belanda. Pemerintah tertinggi Hindia Belenda ada pada raja sedangkan pemerintahan umum dipegang oleh seorang Gubernur Jendral seperti yang atur dalam Undang-Undang.
            Konstitusi ditetapkan oleh badan Undang-Undang di negeri Belanda dengan memperhatikan pendapat dari perwakilan lokal. Namun raja memiliki hak-hak khusus untuk menetapkan konstitusi pada bidang-bidang tertentu. Semua peraturan yang ditetapkan oleh badan-badan lokal yang bertentangan dengan peraturan kerajaan dapat ditiadakan dengan undang-undang.

2.3.7 Tata Negara 1925

            Munculnya pergerakan nasional, tidak hanya kesadaran rakyat yang memuncak, tetapi kegiatan untuk mencapai kemajuan dilakukan oleh pihak pribumi sendiri. Dengan demikian, tujuan politik etis, yang antara lain membangkitkan kesadaran rakyat menyelenggarakan perkembangan, telah diambil alih oleh pihak kaum pribumi sendiri.
            Politik kolonial dan tindakan Belanda berjalan diatas garis yang telah dibuat oleh Komisi Mandat sesuai dengan prinsip-prinsip sistem Mandat Rangkap secara berturut-turut Belanda berusaha mengadakan perubahan-perubahan dibidang pemerintahan dalam negeri, memajukan kesehatan, pendidikan dan syarat-syarat kerja, dan memberi fasilitas-fasilitas yang diperlukan bagi pengembangan sumber-sumber alam.
            Pernyatan tersebut tidak sesuai dengan realitas-realitas kolonial yang ada. Telah terdapat jurang yang lebar memisahkan kata-kata pada rumus politik yang muluk-muluk atau Ideologi Kolonial dari tindakan kolonial sehari-hari.
            Pembentukan Dewan Rakyat seakan-akan memberi kesan bahwa prinsip menuntukan nasib sendiri dan pemerintahan sendiri telah dilaksanakan. Tetapi karna fungsi dan komposisinya, Dewan Rakyat tidak dapat diharapkan untuk bertindak, baik sebagai  perwakilan maupun sebagai pemerintahan sendiri yang bertangguung jawab. Sementara itu, Belanda mengadakan perlawanan terhadap kaum naionalis dengan anggapan merekalah yang tidak mewakili rakyat.
            Cara Belanda memecahkan masalah sistem Mandat Rangkap yang tidak mungkin dipersatukan menunjukkan bawa kepentingan penduduk pribumi ditempatkan ditempatkan dibawah kepentingan dunia luar pada umumnya dan negeri induk pada khususnya. Di dalam politik kolonialnnya Belanda tidak mau dengan senang hati memberi tanggung jawab kepada kaum nasionalis karena kepentingan penduduk pribumi tidak pernah dipandang sebagai faktor yang penting. Sebaliknya, kepentingan kapitalislah yang menuntut jaminan bagi usaha mereka di nusantara,  lebih didahulukan daripada keperluan penduduk pribumi.

2.4 Pandangan Baru dalam Politik Kolonial Belanda

            Lahirnya pergerakan nasional juga memberi arah kepada politik kolonial terutama sebagai kekuatan yang sadar akan nilai dan kekuatan sendiri, serta yang mempunyai cita-cita untuk hidup bebas. Faktor yang membuat gerakan ini kemudian menjadi lebih radikal ialah karena oposisi yang dilakukan ditandai oleh perbedaan golongan.

 2.4.1 Politik Kemakmuran

            Perekonomian yang dualistis pada satu pihak memberi kesempatan bagi industri perkebunan untuk bereksploitasi dengan tanah dan tenaga murah. Pada pihak lain taraf kehidupan masyarakat masih rendah. Kondisi hidup rakyat pribumi meskipun ada ditengah-tengah kemajuan pesat industri perkebunan masih mempunyai ciri sebagai berikut: makanan sangat sederhana, pakaian yang sederhana, dan perumahan yang tidak kokoh.
            Untuk menaikkan tingkat kehidupan rakyat diusulkan agar dibentuk semacam koperasi yang dimulai dari rakyat sendiri dengan bantuan dari pemerintah. Beberapa permasalahan yang memerlukan pemecahan ialah: jumlah penduduk, irigasi, keribaan, sistem kredit, masalah kesehatan rakyat, masalah candu, pemadatan, dan masalah perburuhan.

2.4.2 Politik Asosiasi

            Kenyataan di lapangan menunjukkan adanya kecenderungan para penguasa khususnya Gubernur Jenderal keragu-raguan bahkan kekhawatiran. Kepentingan dan keperluan mereka menjadi faktor penentu bagi sikap politiknya terhadap gerakan nasional.
            Budi Utomo yang menjelmakan gagasan untuk mencapai kemajuan dan perkembangan yang harmonis di Hindia Belanda serta memusatkan perhatian kepada perluasan pengajaran, perkembangan teknik dan industri, serta revivalisme budaya pribumi, tidak merupakan ancaman politik terhadap pemerintahan kolonial.
            Sarekat Islam yang dasarnya agama, mempunyai potensi luar biasa untuk menghimpun pengikut diantara rakyat kebanyakan. Meskipun tujuannya mencakup kegiatan sosial-ekonomi, menertibkan kehidupan keagamaan, mempertinggi taraf kehidupan rakyat pada umumnya, juga menganjurkan kepatuhan kepada pemerintah, penguasa kolonial menyadari sepenuhnya kekuatan organisasi massa itu sehingga berkeberatan untuk menyutujui pendirian Sarekat Islam selaku organisasi nasional. Pemerintah kolonial hanya menyutujui Sarekat Islam selaku organisasi lokal yang berdiri sendiri-sendiri.
            Tindakan pemerintah kolonial terhadap Indische Partij yang dipimpin oleh tiga serangkai, Douwes Dekker, Soewardi Soeryaningrat, dan Tjipto Mangunkusumo lebih tegas lagi. Aksi politik radikal yang dilancarkan oleh Indische Partij terang-terangan menghendaki agar pemerintah kolonial harus diakhiri dan dibubarkan. Para pemimpinnya dibuang dan organisasinya dibubarkan.
            Melihat perkembangan pergerakan nasional yang semakin menjadi-jadi, maka pemerintah kolonial menganggap politik asosiasi paling tepat untuk diterapkan menghadapi situasi yang demikian. Tujuan politik asosiasi adalah hendak menyalurkan dan menjembatani paham yang berlawanan, tiruan, atau penyesuaian. Masyarakat perlu memiliki sikap saling menghormati dan menghargai dalam perspektif Belanda. Alat yang sangat utama untuk mencapai tujuan ini ialah melalui pengajaran.

2.4.3 Politik Konservatif

            Dengan memuncaknya pergerakan nasional yang bersifat radikal, timbullah reaksi diantara golongan eropa yang menyusun organisasi politik yakni partai Vaderlandsche Club (VC). Tujuannya terutama memperjuangkan stabilisasi masyarakat Hindia Belanda, termasuk menolak status dengan hak berdiri. VC mnginginkan agar hubungan Belanda dengan Hindia Belanda semakin dipererat. Mereka mengakui bahwa kepentingan khusus Belanda tidak boleh menggerus kepentingan rakyat pribumi.
            Pendirian VC dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      menolak pergerakan nasional  yang hendak menggulingkan pemerintah Belanda;
2.      di Hindia Belanda tidak ada kesatuan sejarah, budaya, dan bahasa, sehingga tidak ada dasar untuk berdiri sendiri selaku kesatuan;
3.      kepentingan umum yang perlu dibela adalah kepentingan negeri Belanda;
4.      Hindia Belanda dan Belanda perlu dicakup dalam lingkungan besar yang disebut Nederland Raya.
            Jelaslah bahwa VC bersikap sangat konservatif karena kepentingan para anggotanya selaku pengusaha hanya dapat didukung apabila status quo dapat dipertahankan. Ini berarti bahwa pimpinan dan kekuasaan Belanda perlu dipertahankan pula.

2.4.4 Politik Penindasan

            Pengaruh modal besar terhadap pemerintah Hindia Belanda semakin besar pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Fock. Sebagai pemimpin gaya lama, ia memerintah secara otokratis dengan mengabaikan kekuatan rakyat yang sedang berkembang. Tambahan pula, Fock mendapat tugas untuk menghemat. Di pihak lain, ia harus mampu menambah penghasilan pemerintah.
            Data berikut menunjukkan kebijakan Fock yang dianggap menindas rakyat:
Grafik 2.1 Pendapatan Negara dai Pajak Rakyat (juta Gulden)
Marwati, DP & Nugroho N. Sejarah Nasional Indonesia V.
 hal: 61
            Dari data diatas dapat dilihat telah terjadi kenaikan yang cukup signifikan pendapatan negara dari pungutan pajak rakyat. Menurut laporan Mayer Ranneftuender, selama pemerintahan Fock tekanan pajak terhadap penduduk Jawa dan Madura naik sebesar 40%
            Politik penindasan yang diterapkan oleh Gubernur Jenderal Fock memicu kaum nasionalis untuk menggalakkan pergerakan nasional. Kongres Al-Indie tokoh-tokoh pergerakan nasional menguraikan pandangan dan cita-citanya. Selain itu, sebuah tim delegasi menghadap Gubernur Jenderal untuk mengecam dan menegaskan tuntutan mereka.

2.5 Tanggapan Pemerintah Kolonial  terhadap Pergerakan Nasional

            Pihak Indonesia yang dipelopori oleh pemimpin-pemimpin organisasi pergerakan nasional mengambil kesimpulan bahwa Indonesia akan menjadi daerah jajahan untuk selama-lamanya. Tokoh-tokoh pergerakan nasional melancarkan proppaganda seluas-luasnya di kalangan rakyat untuk melaksanakan cita-cita negara kesatuan Indonesia yang didasarkan atas demokrasi dan sistem parlementer dengan pemilihan umumnya.
            Melihat berbagai perkembangan yang dirasa membahayakan kedudukannya, pada akhir tahun 1940 pemerintah kolonial menyatakan bahwa setiap pembicaraan tentang kemerdekaan Indonesia perlu diitolak, karena akan membuat perkembangan ketatanegaraan yang sudah demokratis berubah menjadi perjuangan kekuasaan.



















BAB 3. SIMPULAN


            Dari pembahasan yang telah penulis ulas pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut.
1.      Setelah runtuhnya VOC pada tanggal 31 Desember 1799, Pemerintah Kerajaan Belanda mengambil alih seluruh wilayah kekuasaannya, terutama di nusantara yang berpusat di Batavia, Pulau Jawa. Selanjutnya dibentuk pemerintahan Hindia Belanda yang menjadi penguasa nusantara.
2.      Masyarakat Indonesia pada masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda berada dalam kehidupan politik yang terbagi menjadi 2 bentuk, yakni kerajaan (kesultanan) dan bukan kerajaan.
3.      Politik etis mulai mulai dilaksanakan dengan pemberian bantuan sebesar 40 juta gulden, suatu pemberian yang telah bertahun-tahun diperjuangkan oleh kaum etisi yang semuanya menuntut pengembalian jutaan yang telah diambil oleh Belanda.
4.      Emigarasi ke daerah luar Jawa disebabkan  permintaan besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan Sumatra Utara, khususnya di Deli, sedang emigrasi ke Lampung mempunyai tujuan untuk menetap.
5.      Edukasi diberikan di sekolah kelas I kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berkedudukan atau berharta, di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi pada umumnya.
6.      Pada tahun 1904 didirikan bank kredit rakyat yang bertugas memberikan petunjuk penggunaan kredit serta menyalurkan kredit itu sendiri. Lumbung desa juga didirikan dengan sumbangan rakyat itu sendiri.
7.      Untuk penyesuaian dengan perkembangan perusahaan bebas sejak tahun 1870, administrasi perlu diubah berdasarkan prinsip persamaan dan ekonomi. Reorganisasi bertujuan mempertinggi efisiensi dan memperbesar otonomi, maka untuk keperluan itu diambil sebagai contoh lembaga-lembaga otonom yang telah didesentralisasikan di negara Belanda.
8.      Undang-Undang baru negeri Belanda memuat gagasan-gagasan seperti yang disarankan oleh panitia perubahan. Hindia Belanda diakui sebagai bagian integral dari kerajaan Belanda. Pemerintah tertinggi Hindia Belenda ada pada raja sedangkan pemerintahan umum dipegang oleh seorang Gubernur Jendral seperti yang atur dalam Undang-Undang.
9.      Politik kolonial dan tindakan Belanda berjalan diatas garis yang telah dibuat oleh Komisi Mandat sesuai dengan prinsip-prinsip sistem Mandat Rangkap secara berturut-turut Belanda berusaha mengadakan perubahan-perubahan dibidang pemerintahan dalam negeri, memajukan kesehatan, pendidikan dan syarat-syarat kerja, dan memberi fasilitas-fasilitas yang diperlukan bagi pengembangan sumber-sumber alam.
10.  Untuk menaikkan tingkat kehidupan rakyat diusulkan agar dibentuk semacam koperasi yang dimulai dari rakyat sendiri dengan bantuan dari pemerintah. Beberapa permasalahan yang memerlukan pemecahan ialah: jumlah penduduk, irigasi, keribaan, sistem kredit, masalah kesehatan rakyat, masalah candu, pemadatan, dan masalah perburuhan.
11.  Melihat perkembangan pergerakan nasional yang semakin menjadi-jadi, maka pemerintah kolonial menganggap politik asosiasi paling tepat untuk diterapkan menghadapi situasi yang demikian. Tujuan politik asosiasi adalah hendak menyalurkan dan menjembatani paham yang berlawanan, tiruan, atau penyesuaian.
12.  Politik konservatif dianggap perlu untuk diterapkan karena kepentingan para anggotanya selaku pengusaha hanya dapat didukung apabila status quo dapat dipertahankan. Ini berarti bahwa pimpinan dan kekuasaan Belanda perlu dipertahankan pula.
13.  Politik penindasan yang diterapkan oleh Gubernur Jenderal Fock memicu kaum nasionalis untuk menggalakkan pergerakan nasional. Kongres Al-Indie tokoh-tokoh pergerakan nasional menguraikan pandangan dan cita-citanya. Selain itu, sebuah tim delegasi menghadap Gubernur Jenderal untuk mengecam dan menegaskan tuntutan mereka.
14.   Melihat berbagai perkembangan yang dirasa membahayakan kedudukannya, pada akhir tahun 1940 pemerintah kolonial menyatakan bahwa setiap pembicaraan tentang kemerdekaan Indonesia perlu diitolak, karena akan membuat perkembangan ketatanegaraan yang sudah demokratis berubah menjadi perjuangan kekuasaan.



















DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar