MAKALAH KERAJAAN-KERAJAAN KUNO DI KAMBOJA
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Narasi sejarah Kamboja dalam
sumber-sumber Cina, sebelum pendirian kerajaan Angkor pada awal abad ke-9 telah lama didominasi nama-nama Funan
dan Chenla (Zhenla). Menurut
sumber-sumber Cina Funan dianggap sebagai negara besar yang berkuasa di delta
sungai Mekong yang kemudian digulingkan Chenla sekitar awal abad ke-7. Dalam
perkembangannya Chenla terpisah menjadi 2 negara, Chenla darat dan Chenla air .
(Ricklefs, Bruce, Albert, Maitrii, Thwin, 2013:43).
Walaupun
Funan dan Chenla tidak sesuai dengan nama yang muncul dalam prasasti Kamboja,
cerita kerajaan-kerajaan besar yang saling bersaing ini dapat diterima logika
para cendekiawan Cina dan Barat sekaligus menjadi versi standart sejarah
Kamboja sebelum Angkor.
Pada 802 Jayawarman
II yang bertahta pada 802-835 meng gelar
upacara disebuah bukit bernama Phnom Kulen dan mentitahkan diri sebagai raja.
Peristiwa ini lazim dianggap pendirian kerajaan Angkor padahal sebenarnya ini
adalah puncak serangkaian peristiwa sebelumnya selain di mulainya fase baru
dalam sebuah Kamboja.
Abad ke-7
dan ke-8 menjadi saksi proses konsolidasi bertahap oleh para penguasa secara
berturut-turut, bersamaan dengan pergeseran pusat kekuasaan secara progresif
menjauh dari delta Mekong kearah danau besar yang dikenal sebagai Tonlesaf.
Sepertinya, proses inilah yang diterjemahkan sember-sumber cina sebagai
pembagian Chenla. Perkembangan yang dialami kerajaan-kerajaan kuno tersebutlah
yang kelak yang akan mewarnai sejarah Kamboja masa kuno sebelum kedatangan
bangsa Perancis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat
diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1
bagaimanakah
keadaan
geografis negara
Kamboja?
1.2.2
bagaimana latar belakang
berdirinya kerajaan pertama di Kamboja?
1.2.3
bagaimanakah sejarah kerajaan-kerajaan kuno di Kamboja?
·
bagaimana sejarah kerajaan funan sebelum kedatangan Prancis?
·
bagaimana sejarah kerajaan chenla sebelum kedatangan
Prancis?
·
bagaimana sejarah kerajaan Kmher sebelum kedatangan Prancis?
·
bagaimana sejarah kerajaan Angkor sebelum kedatangan
Prancis?
1.2.4 bagaimana
perkembangan kebudayaan dan keagamaan di Kamboja?
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah
yang telah ada, tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1
untuk memahami
secara mendala keadaan georafis dari negara
Kamboja.
1.3.2
untuk memahami secara mendalam
mengenai kerajaan pertama di Kamboja.
1.3.3
untuk memahami secara mendalam
mengenai sejarah kerajaan-kerajaan kuno di Kamboja sebelum kedatangan Prancis.
1.3.4
untuk memahami secara mendalam mengenai perkembangan kebudayaan dan
keagamaan di Kamboja.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Geografis Kamboja
A. Letak geografis dan batas wilayah negara Kamboja
Secara astronomis, Kamboja terletak antara 10o
LU- 14o LU dan 102,5o BT- 107,5o BT.
Dengan Luas sekitar 181,035 Km2. Secara geografis wilayah Kamboja
memiliki batas batas wilayah :
1. Sebelah utara berbatasan dengan
Negara Laos
2. Sebelah selatan berbatasan dengan
Teluk Thailand
3. Sebelah timur berbatasan dengan
Negara Vietnam
4. Sebelah barat berbatasan dengan
Negara Thailand
B. Kondisi Fisik Negara Kamboja
●
Iklim Negara Kamboja
Wilayah kamboja beriklim tropis, bulan November-Mei
merupakan musim kemarau. Musim hujan berlangsung dari bulan Mei-Oktober. Suhu
udara berkisar antara 20- 36. Musim hujan sangat diperlukan untuk budidaya
tanaman padi. Pada saat musim hujan, Danau Tonle Sap yang merupakan danau
terbesar dikamboja meluas hingga sekitar 8 kali ukuran saat musim kemarau.
●
Bentang Alam Negara Kamboja
Secara menyeluruh, bentuk wilayah Kamboja menyerupai piring.
Di bagian tengahnya terdapat dataran besar Tonle Sap, sedangkan bagian tepi
dibentuk oleh deetan pegunungan. Di sebelah utara terdapat Pegunungan Dong Rek
(Phanon Dang Reh) dan di bagian barat terdapat Pegunungan Cardamon. Barisan
pegunungan itu memiliki ketinggian 750 – 900 meter. Puncak tertingginya
adalah Gunung Phnum Aoral (1.771 m). Di bagian timur dapat
dijumpai
Plato Rotanikiri dan Plato Mondol.
Danau Tonle Sap memiliki ciri geografis yang luar biasa. Air
danau berasal dari Sungai Tonle Sap, yaitu anak Sungai Mekong yang meluap pada
bulan Mei dan Oktober. Dalam bulan-bulan itu cabangcabang Sungai Mekong di
wilayah Vietnam bagian selatan tidak mampu menampung luapan air itu. Akibatnya,
luapan air kembali ke Sungai Bassac dan Sungai Tonle Sap, sehingga membanjiri
daerah sekitar danau. Pada puncaknya, banjir tersebut akan melipat gandakan
luas permukaan air danau.
Jika semula luas permukaannya hanya 3.000 km2 , maka oleh
luapan banjir akan menjadi 10.000 km2 lebih. Gejala tersebut menguntungkan bagi
kegiatan perikanan darat di Kamboja.
Daerah pantai
sepanjang 560 km di tepi Teluk Thailand berupa tanah berbatu-batu. Dataran
pantainya sebagian besar sempit dan terpotong-potong oleh Pegunungan Elephant
yang membujur ke arah pantai. Wilayah tersebut memiliki pelabuhan alam terbaik
yaitu di Teluk Kompong Som dan beberapa pulau di lepas pantai. Kamboja memiliki
banyak varietas tumbuhan dan hewan. Terdapat 212 spesies mamalia, 536 spesies
burung, 240 spesies reptil, 850 spesies ikan air tawar (di area Danau Tonle
Sap), dan 435 spesies ikan air laut.
Laju deforestasi di Kamboja adalah salah satu yang tertinggi
di dunia. Pada tahun 1969, luas hutan di Kamboja meliputi lebih dari 70% dari
luas total dan menurun menjadi hanya 3,1% pada tahun 2007. Kamboja kehilangan
25.000 kilometer persegi hutan.
Sebenarnya, Kamboja bisa menjadi sebuah negara yang kaya.
Karena dalam beberapa tahun belakangan ini, kondisinya lebih baik dari
Ethiopia, Turki, Peru, Mesir, Afganistan atau Irak. Namun dengan tidak
stabilnya kondisi politik, maka kemungkinan pertumbuhan ekonomi tidak dapat
terwujud.
Pertanian padi merupakan tanaman utama, terutama di sekitar
Tonselap, istimewa dekat Battambang. Disepanjang sebelah menyebelah hilir
Mekong dan di selatan Kompong Cham pada umumnya penghasilan padi rendah, namun
demikian masih terdapat kelebihan padi untuk diekspor karena penduduknya tidak
banyak. Getah merupakan tanaman ladang yang paling penting dan juga sebagai
bahan ekspor utama bagi negeri ini. Daerah penanamannya di sepanjang bukit Cardamon
dan di tanah tinggi Annam dekat Kompong Cham. Lada hitam termasuk penting,
terutama diusahakan orang Cina dan merupakan bahan ekspor. Daerah penanamannya
di pegunungan Gajah dekat Kampot. Tanaman lain yang diusahakan merupakan
tanaman kering seperti tembakau, kapas, kacang tanah, jagung, kapuk, tebu dan
lain-lain. Tanaman ini terutama terdapat di tanah pamah sepanjang Mekong dan
Tonselap, sedangkan Jute di sekitar Battambang untuk membuat goni, beras dan
tikar kasar.
Perikanan merupakan kegiatan kedua di negara ini, kebanyakan
para petani menjadi nelayan pada musim kering. Daerah perikanan terpenting
ialah Tonselap yang menghasilkan 50% dari jumlah tangkapan ikan di Khmer.
Daerah perikanan lainnya meliputi kawasan pinggir laut di sepanjang Mekong dan
cabang-cabangnya di sawah padi dan paya-paya. Sebagian besar hasil tangkapan
ikan di negara ini telah dijadikan bahan ekspor.
Bahan galian (pertambangan) kurang penting, karena jumlahnya
kecil, hanya fosfat dan biji besi yang ditambang dalam jumlah besar. Biji besi
terdapat dekat Phnom Penh dan posfat dekat Kampot dan Battambang.
2.2 latar belakang berdirinya
kerajaan pertama di Kamboja
Kemunculan kerajaan pertama di kamboja tidak
terlepas dari kemunduran kerajaan Funan sehingga beberapa kerajaan vassal
(kerajaan bagian) melakukan pemberontakan dan memerdekakan kerajaannya sendiri.
Begitu pula dengan kerajaan pertama yang muncul di
kamboja, yaitu kerajaan Chen-La. Hal ini diceritakan dalam buku History of The
Sui disebutkan sebagai berikut :” Kerajaan Chen-La berada di Barat Daya Lin-yi.
Asalnya adalah daerah vassal kerajaan Funan. Nama keluarganya adalah Ch’a-Li
dan nama sebenarnya adalah Che-to-sseu-na. Pengganti-penggantinya lambat laun
meperluas negerinya. Che-to-sseu-na menyerang Funan dan menaklukkan.” Lin-yi
disini merupakan Champa dan Ch’a-Li merupakan Ksatria dan Che-to-sseu-na adalah
Chitrasena. Sedangkan untuk Chen-La sendiri tidak ada kejelasan apakah nama
tersebut memiliki keterkaitan dengan bahasa Sansekerta atau Khmer.
Jika melihat kekuasaan Kerajaan Funan yang demikian
luas maka kerajaan Chen-La merupakan bagian kecil dari kerajaan Funan.
Wilayahnya hanya meliputi bagian selatan dan tengah sungai Mekong dari Stung
Treng ke utara dan pusat asalnya didaerah Bassak persis dibawah muara sungai
Mun. Melihat diskripsinya maka dapat digambarkan bahwa wilayah Kerajaan Chen-La
meliputi bagian Utara KAmboja dan selatan Laos. Ibokotanya yang pertama bernama
Vyadapura terletak diwilayah pegunungan yang disebut Ling-Kia-Po-Po
(Linggaparwata). Di ibukota tersebut terdapat sebuah candi yang dibangun untuk
memuja dewa P’o-to-li (Bhadreswari).
Asal usul lahirnya bangsa Khmer didasarkan pada dua
cerita, yaitu pertama, berdasarkan perkawinan antara Kambhu Swayambhuwa dan
Dewi Merah, kedua, kedua, berdasarkan perkawinan Kaundinya dan Putri Naga
(Soma) yang pada perkembangannya dikenal sebutan Dinasti Bulan.
Silsilah keluarga kerajaan Chen-La dimulai dengan
Sharwa Bhauna kemudian Wirawarman lalu dua bersaudara Bhawawarman dan
Chitrasena. Kedua bersaudara inilah yang menyerang Kerajaan Funan dan
menaklukkannya. Setelah penaklukkan maka didaulat sebagai raja Bhawawarman dan
adiknya, Chitrasena, mengepalahi angkatan perang kerajaan Chen-La. Sepanjang
waktu sang adik sibuk menjalankan berbagai penaklukkan sehingga dikenal sebagai
pahlawan dan penakluk.
Setelah masa penaklukan oleh Dua Bersaudara,
Bhawawarna menerapkan sebuah kebijakan yang menurut pendapat Briggs merupakan
“suatu kebijakan politik perdamaian”. Langkah politik ini diwujudkan dengan
pemberian otonomi terhadap daerah taklukannya, artinya Bhawawarman tidak
menyatukan daerah taklukkan dengan wilayah utama kerajaannya. Hal ini
berlangsung hingga tahun 627. Pada masa ini merupakan masa kemakmuran Kerajaan
Chen-La.
2.3
Kerajaan-kerajaan
kuno di Kamboja sebelum kedatangan Prancis
2.3.1 Kerajaan Funan
Funan adalah
kerajaan yang berasal dari negara Kamboja bagian selatan. Funan berasal dari
kata B’iunan (Krung Bnam)
yang berarti raja gunung, yang mempunyai
kemiripan dengan Dinasti Syailendra di Jawa Tengah. Ibukotanya
di Vyadhapura yang berarti kota dari para pemburu. Kota pelabuhannya adalah Oc
Eo.
A.
Awal Berdirinya
Kerajaan Funan
Kerajaan ini didirikan oleh seorang Brahmana yang bernama Kaundinya dari India.
Ia kawin dengan putri setempat yang bernama Nagisoma (Naga). Ia mendirikan
Funan pada tahun 75 M. Funan sebagai kerajaan maritim sehingga mata
pencahariannya tergantung kekuasaannya di laut. Yang terpenting adalah
menguasai jalan niaga antar China, India, dan ka Eropa. Jalan niaga laut
manjadi ramai setelah Jalan Sutra mati karena gangguan orang-orang
Nomad. Funan
mempunyai angkatan laut yang kuat sekali, sehingga dengan angkatan lautnya ia
membajak diperairan Asia Tenggara. Setiap orang yang berlayar tinggal memilih
menyerah, mati, atau menjadi budak belian. Menyerah berarti berlabuh di funan,
membayar bea cukai dan memenuhi segala permintaan pera pembesar.
Lambat laun Funan memperluas daerahnya. Untuk itu selurah pantai daratan Asia
Tanggara didirikan pangkalan dan benteng yang kuat. Funan menjadi sebuah
iperium yang sangat kuat sejak didirikannya pangkalan laut dan benteng, dan
sejak pertengahan Abad IV-V Funan menjadi sebuah Kerajaan yang menguasai
perairan Asia Tenggara. Sementara
itu perairan Indonesia yang dikuasai Funan dijadikan jalan lalu lintas
rempah-rempah, binatang-binatang, kayu wangi (cendana), dan gading. Karena itu
Funan dapat membinasahkan setiap kerajaan maritim yang akan berdiri didaerah
peraiarannya. Akibatnya hanya daerah yang jauh dari jangkauan kerajaan Funan
yang mampu bertahan sebagai kerajaan merdeka, seperti kerajaan Kutai dan
Tarumanegara.
Adapun raja-raja yang pernah berkuasa di Funan antara lain, Kaundinya, Fan Shih
Man, Fan Sun, Kaundinya Jayavarman, dan Rudravarman. Kaundinya adalah pendiri
Funan, dinastinya berkuasa selama satu setengah abad. Fan Shih Man adalah raja
penakluk, memiliki banyak vassal, sehingga ia memerintah sebagai raja.
Kekuasaannya sangat besar, ia membentuk angkatan laut yang menguasai perairan
Asia Tenggara. Karena ia suka berperang akhirnya ia gugur sewaktu memimpin
sebuah ekspedisi melawan kerajaan Chin Lin.
Pada masa pemerintahan raja Fan Sun, datang di istana
Funan duta-duta dari China dan Marunda. Hubungan antara China dan Funan tetap
erat sepanjang pemerintahannya hingga tahun 237 M. Pada tahun 268 dan 287 Funan
mengirim utusan ke China.
Menurut Liang History salah seorang penganti Chandan
adalah seorang Brahmana dari India yang bernama Kiao-chen-ju, yang karena
secara gaib pergi dan memerintah Funan. Menurut cerita ia di terima baik oleh
rakyat yang memilihnya menjadi raja mereka. Kemudian merubah semua
aturan-aturan sesuai dengan metode-metode India. Nama nya diduga terjemahan
cina dari nama “Kaundinya” dengan demikian cerita itu akan
menunjukan pengembalian unsure Hindu didalam keluarga yang memerintah atas clan
asli Funan, dibawah pemerintahannya pengaruh India cenderung menjadi lemah
dengan adanya hubungan dengan kebudayan setempat. Tidak ada tahun yang
ditunjukan bagi pemerinyahan Kaundinya kedua ini, tetapi salah seorang pengantinya
yang namanya mungkin berarti Sreshthevarman dilapotkan telah mengirim utusan ke
kaisar Wen (425-453). Early Sung History menyebutkan utusan-utusan berikut
tahun 434, 435 dan 438 dan dikatakan raja ini menolak membantu Lin-yi menyerang
Tongking/ (Tonkin).
Raja Funan yang terbesar adalah Kaundinya Jayavarman.
Ia meninggal pada tahun 514 M. Tahun permulaan pemerintahannya tidak diketahui.
Yang diangkat sebagai agama resmi adalah agama Siwa, tetapi disampingnya agama
Budha tetap hidup dengan damai. Jayavarman sendiri tidak meninggalkan prasasti,
tetapi permaisuri serta putranya yang bernama Gunavarman masinh-masing
meninggalkan prasasti berbahasa Sanskerta. Kedua-duanya menunjukkan sifat
Siwaistis, terdapat bekas telapak kaki pada prasasti tersebut.
Raja Funan yang terakhir Rudravarman. Sesungguhnya ia
tidak berhak menduduki tahta kerajaan, karena ia dilahirkan dari seorang selir.
Ia berhasil menduduki tahkta kerajaan setelah membunuh calon raja yang sah
(mungkin Gunavarman). Antara tahun 517 dan 539 ia mengirimkan sejumlah utusan
ke China. Ia meninggal sekitar tahun 550 M. Bersama dengan meninggalnya
Rudravarman, di daerah Mekong Tengah timbul pergolakan yang dipimpin oleh dua
orang bersaudara yaitu Bhavavarman dan Citrasena, yang akhirnya berhasil menggulingkan
kerajaan Funan.Kerajaan Funan tak mungkin dihancurkan oleh kerajaan maritime
yang lain. Yang menghancurkan Funan adalah kerajaan
darat atau pedalaman yaitu Chenla (Kamboja yang bersifat agraris).
B. Kondisi Sosial Masyarakat Kerajaan Funan
Cerita ini ada dalam Southern Ch’i History yang juga berisi catatan tentang
kerajaan seperti zaman jayavarman. Ini sebuah gambaran tentang rakyat pengarung
lautan, yang menyangkut barang dagangan dan rampasan dan senatiasa menjarah
tetangga-tetangganya. Raja bersemayam di istana yang atapnya
bertingkat-tingkat, sedang rumah rakyat dibangun atas onggokan dan atapnya dari
daun bambu. Rakyat melindungi tempat tinggalnya dengan pagar kayu. Pakaian
nasionalnya sepotong kain yang diikatkan di pinggang. Olahraga nasionalnya
ialah sabungan ayam dan adu babi. Hukuman adalah berupa siksaan. Raja naik
gajah dalam pemeriksaan umum.
(Liang History) menambahkan
bukan hanya raja tetapi seluruh keluarga raja sampai pada selir naik gajah.
Dewa langit dipuja. Ini diwujudkan dalam patung tembaga: beberapa
yang dengan muka dua dan tangan empat, yang lain dengan empat wajah dan dengan
delapan tangan jelas menujukan pemujaan harihara. Mayat diperlakukan dengan
empat cara: dengan melemparkan ke arus sungai, membakarnya, mengubur dalam
lubang parit, dan dengan menyajikannya pada burung-burung. Cerita ini juga
menjukan adat mandi yang masih diketemukan di kamboja dan dikenal sebagai
Trapeang, penggunaan hak mandi umum bagi sejumlah keluarga.
C. Kondisi Ekonomi dan Politik Kerajaan Funan
Kerajaan Funan mengalami kemajuan pesat dalam bidang
Ekonomi, Kemajuan dalam bidang ekonomi tentunya dalam bidang pertanian
dan perdagangan. Funan adalah Kerajaan Agraris yang memiliki pelabuhan sebagai
pusat perdagangan dan militer di daratan Indocina. Bukti bahwa Ekonomi Kerajaan
Funan mengalami kemajuan yang sangat pesat dapat dilihat dari perkembangan
masyarakat Funan yang sebagian mengandalkan bidang pertanian dan perkebunan
sebagai mata Pencaharian masyarakat Funan.
Dalam bidang perdagangan Funan memiliki pelabuhan laut yang sangat kuat dan
menjadi salah satu pusat perdagangan yang sangat strategis wilayah Asia
Tenggara dan daratan Indocina. Sehingga menjadi pusat perdagangan pada masa
perundagian dan jalur Sutera menjadi salah satu aspek maju dan berkembangnya
aktivitas perdagangan diwilayah Indocina dan Asia Tenggara. Komoditi yang
terbesar dalam aktivitas perdagangan di Kerajaan Funan antara lain, Gerabah,
Keramik, dan barang- barang dari perunggu, yang merupakan pengaruh dari
Kebudayaan Dong Son di Vietnam, sehingga secara tidak langsung pengaruh Cina
terhadap perkembangan Kerajaan Funan di Kamboja, menjadi pengaruh yang sangat
penting dalam perkembangan Kerajaan Funan kedepannya.
Dalam bidang politik seperti yang digambarkan dalam
Deskripsi singkat tentang Kerajaan Funan diatas, dijelaskan bahwa Kerajaan
Funan memiliki sistem politik yang Feodal, dengan saling menguasai wilayah di
Asia Tenggara dan dapat dikatakan bahwa Kerajaan Funan merupakan Kerajaan Adikuasa
pada masa itu dengan menguasai seluruh wilayah perairan dan daratan Indocina.
Dan Funan pun memiliki angkatan laut yang sangat kuat sehingga menambah
pertahanan Laut Kerajaan Funan semakin kuat di dalam menaklukan wilayah-
wilayah yang berada di Asia Tenggara dan sekitarnya. Raja memiliki kekuasaan
yang sangat mutlak (Absolut) di dalam menjalankan tata pemerintahan
di Kerajaan Funan, sehingga raja sangat ditinggikan statusnya oleh masyarakat
Kerajaan Funan, bahkan dapat dianggap sebagai titisan dewa yang sangat
dimuliakan. Sehingga dengan adanya tata pemerintahan dan pertahanan
seperti diatas mustahil Funan sebagaiThe
First Arest Power (Asia Tenggara Pranasionalisme :48),
Funan dapat ditaklukan oleh Kerajaan- kerajaan lain yang terdapat dipesisir daerah
Indocina dan Asia Tenggara, seperti Kerajaan Chenla dan Angkor. Tetapi setelah
meninggalnya Raja Rudravarmanpada tahun 550 M,
keadaan menjadi terbalik, timbul pergolakan di dalam tata pemerintahan Kerajaan
Funan yang akhirnya dapat menggulingkan Funan dibawah penyerangan Kerajaan
Chenla, yang menjadi salah satu Kerajaan yang dikuasai Funan pada waktu itu.
Sehingga berakhirlah sudah kejayaan Kerajaan Funan sebagai Kerajaan The Man Power di
wilayah Asia Tenggara, dan berganti dengan masa pemerintahan Kerajaan Chenla
yang telah berhasil menaklukan Kerajaan Funan, sebagai Kerajaan Hindu Purba
pertama di Asia Tenggara yang sangat kuat di dalam struktur pemerintahannya.
D. Proses Keruntuhan dan Kemunduran Kerajaan Funan
Kerajaan Funan mengalami kemunduran pada akhir abad IV karena mendapat serangan
dari tentara Kerajaan Chenla tepantya pada masa pemerintahan Raja Rudravarman
(550 M) , dengan jatuhnya Kerajaan Funan ini, maka pada abad V terjadilah
revolusi Kepercayaan di wilayah Asia Tenggara, yakni di
daratan Asia Tenggara mengalami Absolutisme dewa raja yang berpusat pada
pendewaan raja (dewa raja kultus). Dan Chenla
sebagai penakluk yang berhasil menguasai Kerajaan Funan inilah yang membawa
pengaruh kepercayaan ini sehingga secara tidak langsung mulailah berkembang
kepercayaan Absolutisme dewa raja, walaupun pada saat pemerintahan Funan
pengaruh ini sudah mulai diterapkan tetapi baru berkembang saat perpindahan
kekuasaan dari Funan ke Kerajaan Chenla.
2.3.2 Kerajaan
Chenla
Chenla , yang
dikenal sebagai Zhenla di Cina dan Lap Chan di Vietnam (yang merupakan
Tiongkok-Vietnam pelafalan), adalah awal kerajaan Khmer. Chenla , yang dikenal
Sebagai Zhenla di Cina dan Lap Chan di Vietnam (yang Merupakan Tiongkok-Vietnam
pengucapan,adalah awal kerajaan khmer.
Awalnya
negara ini pengikut
Funan, selama 60 tahun itu mencapai kemerdekaannya dan akhirnya menaklukkan
semua Funan, menyerap orang-orangnya dan budaya. Melemahnya dari negara Funan
saat ini sebagian besar dapat dijelaskan dengan peristiwa-peristiwa jauh:
runtuhnya Kekaisaran Romawi dan kemudian rute perdagangan antara Laut Tengah
dan Cina. Melemahnya dari negara Funan Sebagian besar saat ini dapat dijelaskan
dengan peristiwa-peristiwa jauh: Runtuhnya Kekaisaran Romawi dan Kemudian rute
perdagangan antara Laut Tengah dan Cina.
2. Runtuhnya
kerajaan Chenla
Pada 706, Chenla kemudian dibagi menjadi utara dan selatan
negara, yang dikenal sebagai "Chenla dari Tanah" dan "Chenla
Laut"[1].
Provinsi yang Champassak hari Laos modern pusat adalah bagian utara, sementara
wilayah Mekong Delta dan milik pantai bagian selatan. Beberapa negara yang
lebih kecil memisahkan diri dari Utara dan Selatan Chenla di 715, lebih lanjut
melemahkan daerah.
Khmer, yang diyakini pengikut Funan telah mencapai Sungai
Mekong dari Sungai Chao Phraya utara melalui Lembah Sungai Mun. Chenla, negara
merdeka pertama mereka berkembang dari Funan, menyerap pengaruh Funanese.
Catatan Cina kuno menyebutkan dua raja, Shrutavarman dan Shreshthavarman yang
memerintah di ibu kota Shreshthapura modern terletak di selatan Laos. Pengaruh
yang sangat besar identitas Kamboja yang datang adalah tempa oleh Kerajaan
Khmer Bhavapura, di hari modern kota Kamboja Kompong Thom. Pengaruh. Warisannya
adalah sultan yang paling penting, Ishanavarman yang sepenuhnya menaklukkan
kerajaan Funan selama 612-628. Dia memilih ibukota barunya di Sambor Prei KUK,
penamaan itu Ishanapura.
Setelah kematian Jayavarman di 681, kekacauan datang pada
kerajaan dan di awal abad ke-8, kerajaan pecah menjadi beberapa kerajaan.
Pushkaraksha, penguasa Shambhupura mengumumkan dirinya sebagai raja dari
seluruh Kambuja. Kronik Cina Menyatakan Bahwa pada abad ke-8, Chenla terpecah
menjadi Chenla tanah dan udara Chenla. Selama waktu ini, anak Shambhuvarman menguasai
sebagian besar Pushkaraksha air Chenla hingga abad ke-8 yang didominasi Melayu
dan Jawa selama bertahun-kerajaan Khmer.
2.3.3 Kerajaan Khmer di Kamboja sampai tahun 1001
Berdasarkan catatan orang-orang Cina, setelah kerajaan Funan
runtuh pada pertengahan abad ke-6.
Keruntuhan kerajaan Funan disebabkan karena adanya pemberontakan negara feodal
yang bernama Chen-la. Bhawawarman “Siwa Sebagai Pelindung” memimpin pemberontakan melawan Funan,
menjadi raja Chen-la melalui perkawinan dengan putri Lakhsmi dari Dinasti
Kambhu-Mera. Ayahnya, Wirawarman yang
disebut dalam prasasti sebagai tuan tanah di bawah Funan. Kakeknya bernama
Sarwa Bhauma. Perkawinannya memiliki arti penting dalam perkambangan tradisi
kerajaan Khmer karena dipakai untuk
menjelaskan bagaiamana raja-raja Kamboja menuntut untuk menempatkan keturunan
mereka pada garis keturunan Bulan dan Matahari. Setelah kematian
Rudrawarman pada tahun 550, Funan masih tetap mengirimkan utusan-utusan ke
Cina. Hal ini menujukkan bahwa Bhawawarman tidak menyatukan Funan dengan
negaranya, tetapi berotonomi sampai tahun 627 ketika dikoordinasikan dengan
Chen-la saat dipimpin oleh Isanawarman.
Masa pemerintahan Bhawawarman
menyebabkan kemakmuran. Kerajaan Funan membentang dari Champa di timur sampai
ke Teluk Benggala di barat dan sebagian besar Semenanjung Melayu termasuk
didalamnya. Setelah kematian Bhawawarman, pemertintahan digantikan oleh
Chittrasena pada tahun 600 dengan bergelar
Mahendrawarman “Indra yang Agung sebagai pelindung”. Namun masa pemerintahan beliau hanya singkat.
Isnawarman, putra dari Mahendrawarman menggantikan ayahnya sebagai raja ada
tahun 611. Isnawarman meluaskan kekuasaannya ke barat hingga sampai daerah yang
kemudian menjadi pusat kerajaan Angkor.
Isnawarman telah menaklukkan negara merdeka
yang berada di lembah Stung Treng lalu mendirikan ibukota baru disana yang
kemudian disebut Isnpura. Isnawarman memerintah sampai tahun 635, namun di prasasti
yang terakhir tercatat 628-629. Lalu digantikan oleh Bhuwawarman II yang memerintah
selama 40 tahun. Kemudian diganti olah raja Jayawarman I yang memiliki
sebutan antara lain “Raja Singha yang
Agung”dan “Jayawarman yang Jaya”. Jayawarman menaklukkan Laos Tengah dan Utara
sampai perbatasan kerajaan Nanchao. Selama pemerintahan Jayawarman I, orang-orang
Khmer cepat mengkonsolidasikan kekuatan mereka atas daerah rendah Mekong
dan sekitar Tonle Sap. Pemerintahan diatur dengan baik. Namun setelah
Jayawarman I meninggal, terjadi konflik perebutan kekuasaan antara Dinasti
Bulan di Aninditapura di bawah raja Iswara dari keluarga Baladitya dan Dinasti
Matahari dari Sambhupura. Kemudian yang
naik tahta adalah seorang \putra Pushkaraksha yang mengawini putri pewaris
tahta lalu bergelar Rajendrawarman I yang memerintah pada pertengahan ke dua
abad VIII.
Lalu setelah itu, ada raja
Jayawarman II yang disebut sebagai pendiri kerajaan Angkor yang dipilih oleh menteri-menteri
Mahipatiwarman sesuai perintah Maharaja Jawa. Beliau tidak termasuk keturunan
Rajendrawarman I, dan beliau adalah cicit Nrepatidrawarman dari Aninditapura.
Setelah raja Jayawarman II mangkat,
puteranya yaitu Jayawarman III (850-877) yang terkenal sebagai pemburu
gajah, menggantikan ayahnya. Lalu Yasowarman I yang mendirikan kota Angkor,
kemudian diteruskan oleh Jayawarman IV
sampai alhir abad XII. Sejarah Khmer pada abad X berisi tentang catatan-catatan
bangunan-bangunan. Hal ini menonjolkan mengenai masa peradabannya. Raja
sebagai kepala negara memiliki kedudukan tertinggi dan banyak terlibat dalam
upacara-upacara keagamaan namun memiliki hubungan yang terbatas sekali dengan
rakyatnya. Raja menjadi pengemban hukum dan ketertiban, pelindung agama,
dan berkewajiban menjaga negaranya dari musuh-musuh luar. Orang-orang besar di
kerajaan biasanya membangun tempat-tempat suci untuk pemujaan pribadi
mereka dan sebagai kuburannya ketika mereka mati. Praktek ini telah tersebar
luas di seluruh Asia Tenggara. Ditemukan di
Champa, Jawa, dan Bali.
Pada abad IX dan X, Siwaisme sangat
berpengaruh. Manjelang abad XII, Waisnawisme cukup kuat dalam mengilhami
bangunan- bangunan
besar seperti Angkor Wat. Namun, Budhisme masih memiliki pengikut. Selama perjalanan abad X, enam raja memerintah.
Diantara mereka, Jayawarman IV (928-942) merupakan seorang perebut tahta
yang menaklukkan Yasodharapura (Angkor) lalu beliau mendirikan ibukota baru di
Koh Ker. Rajendrawarman II (944-968) menurunkan tahta Jayawarman lalu
mengembalikan ibukota ke Angkor yang kemudian tetap menjadi kota besar
orang-orang Khmer sampai tahun 1432. Raja terakhir abad itu, Jayawarman V (968-1001)
menyempurnakan dan mengabdikan sebuah candi
Khmer yang indah yaitu Banteay Srei (Benteng Wanita) yang pertama direstorasi oleh arkeolog
Perancis.
2.3.4 Kerajaan Angkor
Nama Angkor sudah banyak dikenal orang di luar
Kamboja, tetapi bangunan dengan gugusan menara yang terkenal ini hanya bagian
dari kompleks yang lebih besar. Candi Angkor Wat dibangun pada abad ke-12
sebagai salah satu candi dan kemungkinan istana, walaupun bangunan tersebut
tidak lagi terlihat yang bertebaran di Kamboja barat laut. Selama lebih dari
setengah millennium, dari 800 hingga abad ke-15, daerah ini merupakan titik
pusat politik dan budaya kerajaan yang berkembang menjadi kerajaan Asia
Tenggara terbesar pada masanya.
‘Angkor’ secara spesifik merujuk pada daerah di
sekitar ibukota, tetapi biasanya juga digunakan untuk menyebutkan nama seluruh
kerajaan Kamboja selama periode ini. Jika ada kerajaan pada periode klasik
sejarah Kamboja yang bisa dicap sebagai imperium, anugerah itu sudah pasti
jatuh pada Angkor. Dalam konteks luas wilayah dan eksistensinya, Angkor tidak
tertandingi. Hanya sedikit sekali Negara penerus yang bisa menyamainya.[2]
Walaupun periode ‘pra-Angkor’ dan ‘Angkor’ biasanya
diperlakukan sebagai dua periode sejarah berbeda, kenyataannya terdapat
kesinambungan antara keduanya. Pada 802 seorang penguasa yang dikenal sebagai
Jayawarman II (bertakhta 802- ± 835) menggelar upacara di sebuah bukit bernama
Phnom Kulen dan mentitahkan diri sebagai raja. Peristiwa ini lazim dianggap
pendirian kerajaan Angkor. Padahal sebenarnya ini adalah puncak serangkaian
peristiwa sebelumnya selain dimulainya fase baru dalam sejarah Kamboja. Abad
ke-7 dan ke-8 menjadi saksi proses konsolidasi bertahap oleh para penguasa
secara berturut-turut, bersamaan dengan pergeseran pusat kekuasaan secara
progresif menjauh dari delta Mekong kearah danau besar yang dikenal sebagai
Tonle Sap. Sepertinya, proses inilah yang diterjemahkan sumber-sumber Cina
sebagai pembagian ‘Chenla’.[3]
Naiknya Jayawarman II ke atas takhta tidak langsung
membawa kedamaian atau stabilitas jangka panjang wilayah Khmer. Ia harus
mencurahkan cukup banyak waktu di masa pemerintahannya untuk membangun analisis
militer dan perkawinan untuk menkonsolidasikan kekuasaannya. Meskipun demikian,
dekade-dekade pemerintahannya memang menjadi dasar bagi para penerusnya untuk
membangun dan membuat daerah tersebut sebagai pusat kekuasaan penting hingga
beberapa abad kemudian. (Ricklefs, Bruce, Albert, Maitrii, Thwin, 2013:59)
‘Angkor’ tidak pernah menjadi satu kota tunggal.
Terjadi beberapa kali pemindahan ibukota di wilayah yang sama. Situs-situs ini
pun secara keseluruhan menjadi ‘Angkor’. Kota yang khusus menjadi ibukota
didirikan seorang penguasa bernama Yasowarman (bertakhta ±889-±910) dan diberi
nama sesuai dengan namanya, Yosodharapura. Banyak penguasa Kamboja adalah
generasi pembangunan; masing-masing memberi konstribusi berupa satu atau lebih
bangunan yang menjadi warisan arsitektur Angkor. Banyak dari bangunan ini
berupa candi yang didedikasikan untuk Siwa, Wisnu atau Buddha, tergantung pada
siapa yang paling dimuliakan masing-masing penguasa dan keluarganya. Banyak candi yang memasukkan relief keluarga
kerajaan dan leluhur lainnya. Walaupun para cendikiawan masih berupaya mencari
tau signifikansi relief-relief ini, tampak jelas bahwa ini merupakan semacam
pemujaan leluhur kerajaan. Sebaliknya, meski sejak lama diyakini bahwa para
penguasa Kamboja adalah ‘dewa-raja’ (didasarkan pada kemunculan istilah
Sansekerta devaraja(dewaraja) dalam prasasti tertentu), asumsi ini sekarang
diragukan. Para penguasa dalam banyak hal memang disucikan dan boleh jadi
mengklaim mempunyai hubungan khusus dengan dewa, tetapi bukan berate mereka
dipuja sebagai ‘dewa’. Jadi, mereka berbeda dengan Raja Jawa Hayam Wuruk yang
disebut-sebut ‘Siwa-Buddha’ dan ‘dewa-para dewa’. (Ricklefs, Bruce, Albert,
Maitrii, Thwin, 2013:59-60)
Angkor di Kamboja terbilang berumur panjang. Namun,
kerajaan ini tidak selalu stabil. Epigrafi melimpah yang ditinggalkan para
penguasanya selama berabad-abad mengandung gambaran yang jelas tentang
perebutan kekuasaan yang sering terjadi. Diperkirakan, salah satu penyebabnya
adalah prinsip hubungan keluarga bilateral: seorang penguasa menyetir para
leluhurnya dari garis ayah dan ibu dari keluarganya untuk memperkuat
legitimasinya. Resikonya, system ini melipat gandakan jumlah pengeklaim takhta
dibandingkan dengan pola suksesi yang langsung dari ayah keputranya. Sulit
memetakan sejarah Angkor dalam konteks dinasti, tidak seperti Vietnam dan
suksesi kerajaan seperti telah bergerak dengan berbagai tujuan pada waktu yang
berbeda-beda. Kadang pengklaim takhta bahkan berasal dari luar keluarga yang
berkuasa. Beberapa silsilah kerajaan yang ditemukan pada prasasti tampak
dibuat-buat, setidaknya pada bagian tertentu. Penguasa yang legistimasinya
tidak jelas akan mencoba memperkuatnya melalui klaim memiliki hubungan darah
dengan raja sebelumnya. (Ricklefs, Bruce, Albert, Maitrii, Thwin, 2013:60)
Ketidak puasan internal juga dapat dijelaskan
menggunakan model mandala. Bukti sejarah mengungkapkan bahwa, seperti semua
kerajaan Asia Tenggara lainnya, Angkor dipimpin penguasa kuat dan lemah secara
bergantian. Beberapa raja yang kuat adalah Jayawarman II, Yasowarman,
Suryawarman I (bertakhta 1002-1049), Suryawarman II (diperkirakan memerintah
antara 1113 atau 1145 - ± 1150) dan Jayawarman VII (bartakhta 1181-± 1220).
Dalam beberapa kasus, penguasa baru muncul dari masa kegelapan untuk
mengembalikan stabilitas, menyatukan kembali wilayah yang terpecah belah,
termasuk memperluas kerajaan. Setidaknya pada abad ke-11, bahkan mungkin
sebelumnya, sudah ada keluarga-keluarga kuat yang memerintah berbagai daerah
yang jauh dari ibukota. Kepentingan mereka harus diakomodasi atau mereka tidak
akan lagi mau mengakui kewenangan penguasa, bahkan berupaya mendudukan seorang
raja baru di takhta. Dominasi jangka panjang pusat politik (Angkor) tidak
menjamin bahwa setiap penguasa yang memerintah disana mendapat dukungan dari
semua bagian wilayahnya. (Ricklefs, Bruce, Albert, Maitrii, Thwin, 2013:60-61)
Walaupun kekuasaan sebagian didasarkan pada garis
keturunan langsung (hubungan darah dan hubungan lainnya) dan sebagian besar
berdasarkan garis spiritual (hubungan dengan kekuatan dewa), seiring
berjalannya waktu Angkor berhasil mengembangkan birokrasi yang cukup besar.
Tidak mudah mengurai fungsi-fungsi yang disangkutpautkan dengan berbagai gelar
yang muncul dalam epigrafi karena seringkali memiliki konotasi religious.
Meskipun demikian, jelas sudah ada posisi seperti menteri kerajaan. (Ricklefs,
Bruce, Albert, Maitrii, Thwin, 2013:61)
Prasasti juga menjadi saksi adanya berbagai kategori
pejabat herarki tingkat rendah. Para pejabat ini seringkali disebutkan dalam
kaitannya dengan transaksi tanah, salah satu subyek prasasti yang paling
penting. Sejarawan Michael Vickery mengamati bahwa selama dua abad pertama
sejarah Angkor prasasti semacam itu biasanyya meminta kewenangan khusus raja.
Namun, sejak pemerintahan Suryawarman I dan seterusnya pengesahan transaksi
kerap dilakukan para pejabat, bukan penguasa. Ini menjadi bukti semakin pentingnya
birokrasi selain dihubungkan dengan munculnya keluarga-keluarga kuat
asal-muasal para pejabat ini. (Ricklefs, Bruce, Albert, Maitrii, Thwin,
2013:61-62).
Kamboja masa Angkor mencapai puncak kejayaannya pada
pemerintahan Jayawarman VII yang secara umum dianggap sebagai raja terhebat
dalam sejarah Negara ini. Prasasti-prasastinya dapat ditemukan di tempat-tempat
yang jauh hingga mencapai ibukota Lao, Vientiane. Namun kewenangannya masi
menjadi perdebatan. Tentu saja, mandala Angkor pada waktu itu mencangkup
sebagian besar wilayah Thailand modern serta delta Mekong. Jayawarman VII
adalah pembangun candi yang produktif, ia merupakan penganut Buddha Mahayana
yang ta’at, dan bidang pekerjaan umum seperti jalan, stasiun peristirahatan dan
rumah skit. Ironisnya, ia merupakan penguasa Angkor terakhir dengan informasi melimpah seputar
pemerintahannya. Setelah kematiannya, catatan sejarah sangat berkurang.
(Ricklefs, Bruce, Albert, Maitrii, Thwin, 2013:62-63)
Mungkin berlebihan bila beranggapan kemunduran
kerajaan Angkor dimulai sejak Jayawarman VII mangkat. Tetapi, tidak diragukan
lagi bahwa luas wilayah kerajaan ini mulai berkurang setelah itu. Pada awal
abad ke-13 para penutur Tai telah menetap di Thailand uatara dan memperluas
wilayahnya ke selatan. Tidak jelas apakah ekspansi mereka secara langsung
menjadi penyebab menyempitnya perbatasan Kamboja selama 1200-an atau
sebaliknya, apakah melemahnya Angkor pada dasarnya disebabkan alasan internal
dan akhirnya membuat wilayah perbatasannya mudah ditaklukkan para penutur Tai
yang semakin kuat. Apa pun kejadian sebenarnya, abad ke-13 menjadi saksi
pendirian muang Tai dengan luas wilayah beragam, mula-mula di luar batas
mandala Angkor kemudian di dalam wilayah perbatasannya, kerajaan baru
Sukhothai. Kemunculan dan ekspansi Ayutthaya di lembah Chao Phraya pada
pertengahan abad ke-14 secara efektif menjadi sinyal berakhirnya Angkor sebagai
kekuatan besar di daerah ini. (Ricklefs, Bruce, Albert, Maitrii, Thwin,
2013:63)
Sepeninggal Maharaja Jayavarman VII, Cambodia memasuki
masa suram Angkor. Pada abad ke-14, beberapa kerajaan penganut Buddha yang
berada dibawah kekuasaan Khmer memisahkan diri, salah satunya adalah kerajaan
Champa. Di bagian Barat kerajaan Sukhothai kian sering melakukan pembrontakan
dan berhasil menekan Khmer.
Di sisi lain, Raja penerus Jayavarman VIII merupakan
pengikut Hindu, berhasil menggoyahkan kekuatan kerajaan dengan menghancurkan
semua patung-patung Buddha dan mengembalikan semua Candi Buddha menjadi Candi
Hindu kembali. Ancaman dari luar juga terjadi dari bangsa Mongol di bawah
kendali Jenderal Kublai Khan yang terkenal tidak kenal ampun dalam memperluas
daerah kekuasaan. Kehidupan rakyat di dalam kerajaan juga memburuk dengan
semakin tidak terkontrolnya pengaturan pembagian air irigasi yang menyebabkan
kegagalan panen, banjir yang kian sering terjadi.
Puncaknya terjadi ketika tentara Ayutthaya, dekat
Bangkok sekarang, yang berhasil mengalahkan Sukhothai (Thailand tengah),
kemudian menyerang ibukota Yasodharapura hingga ditinggalkan oleh sebagian besar
penduduknya; dan Raja akhirnya harus memindahkan ibukota ke arah selatan, ke
Oudong, dekat Phnom Penh sekarang. Sejak itu kisah Angkor menghilang dari
pembicaraan sejarah dunia.
2.4
perkembangan kebudayaan dan keagamaan di Kamboja
Bangunan-bangunan suryawarman banyak yang menariok
perhatian. Dua yang terkenal Phimeanakas (istana candi)dan Ta Keo, yang telah
dimulai zaman pemerintahan jayawarman V. Ta Keo adalah yang pertama dari candi
khmer yang dibangun dengan batu pasir.
Seperti Bakheng yang dulu dan angkor wat yang kemudian, pusat situasinya adalah
sebuah dataran yang dikelilingi oleh lima menara. Phimeanakas sebaliknya,
bergaya bentuk pyramide dengan satu menara saja sebagai pusatnya. Menurut
dongeng itu adalah istana tapi istana – istana khmer selalu dari kayu dan
rancangannya sangat tidak sesuai dengan istana tradisional. Chou Ta-kuan, yang
menunjukan angkor pada akhir abad XII mencatat kepercayaan rakyat bahwa raja
khmer berjaga-jaga setiap malam di menara dengan naga mythologis yang berbentuk
wanita cantik dan bahwa atas sajian upacaraini tergantung kemakmuran kerajaan.
Menara-menara dua candi ini dilepaskan emas dan caraini pertama kali disebut
dalam pemerintahan suryawarman.
Meskipun bukti sejarah minim namun pada abad VIII
merupakan zaman pra-angkor yang banyak meninggalkan seni-seni pra-angkor.
Klasifikasi seni pra-angkor berubah sejak tahun 1937, saat Philipe Stern
membuat buku “Le Bayon di Angkor et I’art Khemer”. Ia telah menegakkan hasil
penelitian-penelitian batu ke dalam masalah yang dikupas oleh Parmentier,
Madame de Coral Resumat, Pierre Duport dan saerana-sarjana lain. Pada tahun
1940 menurut Madame de Coral Resumat dalam “L’art Khemer les grandes etapes de
son evolution” yang menempatkan monumen-monumen besar pada perangkat sejarah dengan
sesuatu yang bagaikan kepastian dan diantaranya
memberi arti baru kepada masa perkembangan yang panjang sebelum
berdirinya Angkor sebagai ibu kota dan pusat kesenian kerajaan Khemer.
Pada abad XI terdapat prasasti pada batu Sdok Kak
Thom, yang telah yang telah diterjemahkan oleh Louis Finot tahun 1915, beliau
mulai masa pemerintahannya dengan mendirikan ibu kota yang diberi nama
Indeapura, pada suatu tempat ada peninggalan arkeologis Banteay Prei Nakon, di
timur Kompong Cham di dataran rendah Mekong. Seorang Bhrahmana, Siwakaiwalaya ditugaskan
menjadi pendeta pertama pemujaan itu yang didirikan sebagai agama resmi. Dewa
raja itulah suatu bentuk Siwaisme yangterpusat pada pemujaan sebuah lingga
sebagai personifikasi suci dari raja yang diberikan kepadanya oleh Siwa melalui
pendeta Bhrahmana itu sebagai perantara. Kemakmuran kerajaan diperkirakan erat
hubungannya dengan kesuburan lingga kerajaan itu. Tempat sucinya di puncak
suatu candi pegunungan, secara alam atau buatan, yang berada di tengah ibu kota
dan dianggap sebagai poros dunia.
Konsepsi suatu candi pengunungan ini berasal jauh
sebelum pemujaan pada Siwa Sendiri, berasal dari praktek pemujaan orang-orang
Mesopotamia kuno, dan dari sana ke india kuno, di mana terdapat dinasti Hindu
memiliki gunung-gunung suci. Funan yang memiliki bukit suci di Ba Phnom dan
Jawa Sailendera berarti “Raja-raja Pegunungan”. Penerimaan pemujaan itu oleh
Jayawarman merupakan suatu isyarat kemerdekaan , suatau tanda bahwa beliau
tidak mengakui yang super di bumi. Selain itu hal ini menunjukan keingginan
kerasnya menjadi seorang Chakrawartin, raja yang universal dan baginya dan
pengganti-penggantinya berarti sama gajah putih bagi raja-raja yang beragama
Budha dari aliran Therwada. Dari zaman beliau dan seterusnya menjadi kewajiban
bagi setiap raja Khemer untuk membangun candi gunung untuk memuja lingga
kerajaan yang menyinari “diri peribadi suci” beliau. Dengan demikian
terbangunlah candi-candi besar yang menyemarakkan daerah Angkor.
Coedes menempatkan kenaikan tahta beliau dalam
tahun 802 . bertentangan dengan Briggs menunjukan bahwa tahun itu adalah tahun
beliau mendirikan ibu kotanya di gunung Mahendra (phnom kulen). Bahwa tahun ini
beliau mendirikan zaman baru dengan resmi menyatakan kemerdekaan kamboja dan
dengan rmenelenggarakan upacara pemujaan Dewa-raja tahun kembalinya dari jawa
dan lamanya jangka waktu ia tinggal di tiap-tiap ibukotanya dulu.
Pada masa pemerintahan Jayawarman II meninggalkan
kesan yang besar atas kerajaannya, kejayaan atas wilayah kekuasan, pemerintahanya
tempat suci yang berbentuk pyamide adalah bukti kebesaranya yaitu yang
merupakan puncak dunia, Dewa- raja berhubungan dengan dunia dewa. Ia sendiri adalah dewa. Candi ini sebagai
bukti beliau sampai ia meninggal juga dikubur dicandi itu.
Masa pembentukan
peradaban khmer dalam abad X merupakan catatan-catatan bangunan,bukan
peristiwa-peristiwa politik.ini masa yang indah dalam pembentukan peradaban,dan
semua ini ada hubungannya dengan monarki di china pada akhir masa Tang dan
selama masa lima dinasti ,oleh karena itu sejarahwan harus mengambil hampir
seluruh pada masa prasasti-prasasti,semua dokumen-dokemen dan bahan-bahannya
kurang tahan lama,seperti daun lontar yang telah lenyap karena ganasnya jamur
yang rusak dan hampir tidak memberi kunci untuk peradaban materil adat dan
kepercayaan rakyat
Raja yang
sebagai kepala Negara menduduki posisi yang begitu tinggi dalam teori dan
menjalankan cara hidup yang begitu banyak terlibat dalam upacara upacra keagamaan sehingga beliau mempunyai hubungan
dengan yang kecil sekali dengan rakyattnya,sebagai sumber berbagai
kekuasaan,beliau menjadi khukum dan ketertiban.mereka saling mengawin ngawini
dan merupakan kelas yang secara rasial berbeda dengan sisi penduduk
lainnya.tetepi ini menarik meskipun mereka mewakili tradisi hindu mereka
menggunakan nama nama khmer.
Orang-orang
besar kerajaan itu mendirikan tempat suci untuk pemujaaan itu yang mendirikan
tempat suci untuk pemujaan peribagi mereka sendiri,percaya bahwa dengan
mendirikan sebuah patung keinginan pribadi yang suci seorang untuk di puja
semakin menjadi melekat di batu dan tempat suci itu akan berisi prasassti yang
meminta keturunan-keturunan pendirinya untuk melakukan pemujaan-pemujaan
itu,jadi patung-patung shiwa,wishnu,harihara,lakhsmi dan parwati banyak terdapat
di candi candi merupakan potert raja ratu dan orang orang besar sementara nama
mereka terukir dalam patung tersebut,tiap patung adalah suatu badan buatan
dengan barang barang magis yang menjamin tidak bisa mati bagi oeang yang
menggambarkannya.di ketemukan di champa dan sangat penting jawa bali,ini
memperlihatkan campuran pemujaan leluhur,berasal dari zaman neoliticum dengan
gagasan hindu-budha yang masuk dari india
Dalam abad
IX dan X siweisme sangat berpengaruh,menjelang abad XII wainawisme sudah cukup
kuat untuk mengilhami bangunan bangunan besar diantara contoh yang penting
adalah Angkor buat sendiri,tetapi budhisme masih punya mengikuti karena semua
agama ini mengimport dari negeri asing dia mengambil intinya untuk bertahan
dalam toleransi yang saling membantu,sementara hukum manu dan ajaran ajaran
brahmana secara resmi di akui oleh istana,factor factor yang menemukan dalam
hampir semua masalah adalah adat yang hampir tidak dapat di ingat lagi.
Suryawarman
termasyhur sebagai pendiri dan jago perang karena beliau pendiri Angkor
wat,dengan pengecualian banteay chmer di kaki gunung dangkrek sekitar seratus
mile di barat laut Angkor,dan sekarang merupakan tumpukan puing puing ini
adalah bangunan keagamaan terbesar di dunia,dari semua nomumen nomunen khmer
ini yang terpelihara paling baik pusat tempat suci 130 kaki tinggi tertinggi
suatu lapangan bertingkat 40 kaki tinggi,dengan empat menara sebagai sudut
sudutnya sebaliknya ini terkurung oleh lapangan terbuka berpagar tiang,di luar
ini ada kurungan lagi berukuran 850-1000 meter dan di kelilingi oleh tembok
pasir batu dan batu gunung yang berwarna merah,seluruhnya asalnya di kelilingi
telaga selebar 200 meter mengurung semua arel itu yang hampir satu mile
persegi.
Menurut
dongeng wat tidak di buat oleh tangan manusia melainkan oleh indra,dewa langit
yang turun ke bumi untuk maksut itu,aslinya semua kesembilan menara itu di
lapisi emas sedangkan patung-patuing yang banyak jumlahnya itu yang menutupi
tembok dengan relif relif tinggi dan rendah berkilau warna-warni,tempat suci
tempat pusat berisi patung patung wisnu dari wisnu dari emas yang sedang
menunggang garuda,yang hanya di keluarkan bila waktu upacara,tentu ini
menunjukkan raja yang di dewakan sebagai wisnu dan candi luar di bangun agar
jadi kuburannya bila beliau mangkat.tetapi se waisme masih penting sebab
pandangan siwaite jelas terpahat di tembok tembok ,akibat keseluruhannya adalah
suatu campuran antara ke dua pemujaan itu,dengan tekanan pada naivanisme.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat
diambil dari pembahasan mengenai
“Kerajaan-Kerajaan Kuno di Kamboja sebelum Kedatangan Perancis” antara
lain:
- Secara
geografis Kamboja Secara astronomis, Kamboja terletak antara 10o
LU- 14o LU dan 102,5o BT- 107,5o BT.
Dengan Luas sekitar 181,035 Km2. Negara ini beriklim tropis,
dengan wilayah yang menyerupai piring. Puncak tertingginya adalah Gunung
Phnum Aoral (1.771 m).
Secara geografis wilayah Kamboja memiliki batas batas
wilayah :
·
Sebelah utara berbatasan dengan Negara Laos
·
Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Thailand
·
Sebelah timur berbatasan dengan Negara Vietnam
·
Sebelah barat berbatasan dengan Negara Thailand
- Kerajaan-kerajaan kuno yang ada
di Kamboja sebelum kedatangan Perancis yakni:
1) Kerajaan Funan
2) Kerajaan Chenla
3) Kerajaan Angkor
4) Kerajaan Khmer
Kerajaan-kerajaan
di atas menyumbang berbagai kebudayaan yang mewarnai peradaban kamboja kuno
hingga sekarang ini.
- Budaya
di Kamboja sangatlah dipengaruhi oleh agama Buddha Theravada. Diantaranya
dengan dibangunnya Angkor Wat. Kamboja juga memiliki atraksi budaya yang
lain, seperti, Festival Bonn OmTeuk, yaitu festival balap perahu nasional
yang diadakan setiap November.
DAFTAR
PUSTAKA
Rickles,M.C, dkk. 2013. Sejarah
Asia Tenggara dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer. Jakarta : Komunitas
Bambu
Hall,
D.G.E. 1988. Sejarah Asia Tenggara I, (Terj. I.P. Soewarsha). Surabaya:
Usaha Nasional.
https://lianalia34.wordpress.com/2013/05/16/kerajaan-funan
https://id.wikipedia.org/wiki/Kamboja
[1] Hall, D.G.E., Sejarah
Asia Tenggara, (Terj. I.P. Soewarsha), (Surabaya: Usaha Nasional, 1988) hlm. 95
[2]
Ricklefs,M.C, dkk, Sejarah Asia Tenggara dari Masa Prasejarah sampai
Kontemporer (Jakarta:Komunitas Bambu, 2013) hlm 58
[3] [3] Ricklefs,M.C, dkk,
Sejarah Asia Tenggara dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer
(Jakarta:Komunitas Bambu, 2013) hlm 59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar