Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorisme
adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan
oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat
diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi
yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau
mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang
diinginkan.
Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam
mengembangkan keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang
subjek dan manajemen
kelas. Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori belajar behavioristik adalah
perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
Ciri dari
teori belajar behaviorisme adalah mengutamakan
unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan
lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya
latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan
dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan
reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Dalam hal konsep pembelajaran, proses cenderung
pasif berkenaan dengan teori behavioris. Pelajar menggunakan tingkat
keterampilan pengolahan rendah untuk memahami materi dan material sering
terisolasi dari konteks dunia nyata atau situasi. Little tanggung jawab
ditempatkan pada pembelajar mengenai pendidikannya sendiri.
Ada beberapa tokoh teori
belajar behaviorisme. Tokoh-tokoh aliran behavioristik
tersebut antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie,
dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
Teori Belajar Behaviorisme
1. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang
terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang
dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan
belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit
yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur
tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan
teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut
Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell,
Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat
memperkuat respon.
2.
Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai
proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang
dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia
mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris
murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain
seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik
semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
3. Teori Belajar Menurut
Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan
antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian
belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles
Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh
sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan
biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun
hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan
muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk
dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler,
1991).
4. Teori Belajar Menurut
Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum
kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada
waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon
lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang
baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus
dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing
melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh
memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
5. Teori Belajar Menurut
Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang
belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan
konsep belajar secara sederhana, namun lebihkomprehensif. Menurut Skinner
hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon
yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang
diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami
tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus
yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan
berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga
mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat
untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab
setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Aliran
psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi
teori belajar behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi
pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Metode behaviorisme ini sangat cocok untuk
perolehan kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung
unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan
dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Referensi :
- https://www.msu.edu/~purcelll/behaviorism%20theory.htm
- http://www.scumdoctor.com/psychology/behaviorism/Theory-And-Definition-Of-Behaviorism.html
- http://www.funderstanding.com/content/behaviorism
- http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik
sumber :
(disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran, dosen pengampu Dr. Suranto, M.Pd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar